A. PENGERTIAN ETIKA
Etika berasal dari bahasa
Yunani kuno “ethos” (jamak: ta etha), yang berarti adat kebiasaan, cara
berkipikir, akhlak, sikap, watak, cara bertindak. Kemudian diturunkan kata
ethics (Inggris), etika (indonesia). Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988,
menjelaskan pengertian etika dengan membedakan tiga arti, yakni: Ilmu tentang
apa yang baik dan buruk, kumpulan azas atau nilai, dan nilai mengenai benar dan
salah.
Definisi Etika Menurut Para
Ahli
·
Pengertian
Etika Menurut K. Bertens: Etika adalah nilai-nila dan norma-norma moral, yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya.
·
Pengertian
Etika Menurut W. J. S. Poerwadarminto: Etika adalah ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak (moral).
·
Pengertian
Etika Menurut Prof. DR. Franz Magnis Suseno: Etika adalah ilmu yang mencari
orientasi atau ilmu yang memberikan arah dan pijakan pada tindakan manusia.
·
Pengertian
Etika Menurut Ramali dan Pamuncak: Etika adalah pengetahuan tentang prilaku
yang benar dalam satu profesi.
·
Pengertian
Etika Menurut H. A. Mustafa: Etika adalah ilmu yang menyelidiki, mana yang baik
dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang
dapat diketahui oleh akal pikiran.
B. Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang
dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada
standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku
bisnis (Velasquez, 2005).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa ialah
pengetahuan tentang cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang
memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal serta
implementasi norma dan moralitas untuk menunjang maksud dan tujuan kegiatan
bisnis.
Perkembangan Etika tersebut sudah
melewati beberapa fase, yaitu :
A. Etika Teologis
Pada perkembangan generasi
pengertian pertama, semua sistem etika berasal dari sistem ajaran agama.Semua
agama mempunyai ajaran-ajarannya sendiri-sendiri tentang nilai-nilai, sikap,
dan perilaku yang baik dan buruk sebagai pegangan hidup bagi para
penganutnya.Karena itu, ajaran etika menyangkut pesan-pesan utama misi
keagamaan semua agama, dan semua tokoh agama atau ulama, pendeta, rahib, monk,
dan semua pemimpin agama akrab dengan ajaran etika itu.Semua rumah ibadah diisi
dengan khutbah-khutbah tentang ajaran moral dan etika keagamaan masing-masing.
Bagi agama-agama yang mempunyai
kitab suci, maka materi utama kitab-kitab suci itu juga adalah soal-soal yang
berkaitan dengan etika.Karena itu, perbincangan mengenai etika seringkali
memang tidak dapat dilepas dari ajaran-ajaran agama. Bahkan dalam Islam
dikatakan oleh nabi Muhammad saw bahwa “Tidaklah aku diutus menjadi Rasul
kecuali untuk tujuan memperbaiki akhlaq manusia”. Inilah misi utama kenabian
Muhammad saw.
B. Etika Ontologis
Dalam perkembangan kedua, sistem
etika itu lama kelamaan juga dijadikan oleh para filosof dan agamawan sebagai
objek kajian ilmiah. Karena filsafat manusia sangat berkembang pembahasannya
mengenai soal-soal etika dan perilaku manusia ini.Karena itu, pada tingkat
perkembangan pengertian yang kedua, etika itu dapat dikatakan dilihat sebagai
objek kajian ilmiah, objek kajian filsafat.Inilah yang saya namakan sebagai
tahap perkembangan yang bersifat ontologis. Etika yang semula hanya dilihat
sebagai doktrin-doktrin ajaran agama, dikembangkan menjadi ‘ethics’ dalam
pengertian sebagai ilmu yang mempelajari sistem ajaran moral.
C.Etika Positivist
Dalam perkembangan selanjutnya,
setidaknya dimulai pada permulaan abad ke 20, orang mulai berpikir bahwa sistem
etika itu tidak cukup hanya dikaji dan dikhutbahkan secara abstrak dan bersifat
umum, tetapi diidealkan agar ditulis secara konkrit dan bersifat operasional.
Kesadaran mengenai pentingnya penulisan dalam suatu bentuk kodifikasi ini dapat
dibandingkan dengan perkembangan sejarah yang pernah dialami oleh sistem hukum
pada abad ke-10 di zaman khalifah Harun Al-Rasyid atau dengan muncul pandangan
filsafat Posivisme Auguste Comte pada abad ke 18 yang turut mempengaruhi
pengertian modern tentang hukum positif.
Dalam perkembangan generasi ketiga
ini, mulai diidealkan terbentuknya sistem kode etika di pelbagai bidang
organisasi profesi dan organisasi-organisasi publik. Bahkan sejak lama sudah
banyak di antara organisasi-organisasi kemasyarakatan ataupun
organisasi-organisasi profesi di Indonesia sendiri, seperti Ikatan Dokter
Indonesia, dan lain-lain yang sudah sejak dulu mempunyai naskah Kode Etik
Profesi. Dewasa ini, semua partai politik juga mempunyai kode etik kepengurusan
dan keanggotaan.Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kode etika PNS.Inilah taraf
perkembangan positivist tentang sistem etika dalam kehidupan publik.Namun,
hampir semua kode etik yang dikenal dewasa ini, hanya bersifat proforma.Adanya
dan tiadanya tidak ada bedanya.Karena itu, sekarang tiba saatnya berkembang
kesadaran baru bahwa kode etika-kode etika yang sudah ada itu harus dijalankan
dan ditegakkan sebagaimana mestinya.
D.Etika Fungsional Tertutup
Tahap perkembangan generasi
pengertian etika yang terakhir itulah yang saya namakan sebagai tahap
fungsional, yaitu bahwa infra-struktur kode etika itu disadari harus
difungsikan dan ditegakkan dengan sebaik-baiknya dalam praktik kehidupan
bersama. Untuk itu, diperlukan infra-struktur yang mencakup instrumen aturan
kode etik dan perangkat kelembagaan penegaknya, sehingga sistem etika itu dapat
diharapkan benar-benar bersifat fungsional. Dimana-mana di seluruh dunia, mulai
muncul kesadaran yang luas untuk membangun infra struktur etik ini di
lingkungan jabatan-jabatan publik. Bahkan pada tahun 1996, Sidang Umum PBB
merekomendasikan agar semua negara anggota membangun apa yang dinamakan “ethics
infra-structure in public offices” yang mencakup pengertian kode etik dan
lembaga penegak kode etik.
Itu juga sebabnya maka di Eropa, di
Amerika, dan negara-negara lain di seluruh penjuru dunia mengembangkan sistem
kode etik dan komisi penegak kode etik itu. Tidak terkecuali kita di Indonesia
juga mengadopsi ide itu dengan membentuk Komisi Yudisial yang dirumuskan dalam
Pasal 24B UUD 1945 dalam rangka Perubahan Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001.
Bersamaan dengan itu, kita juga membentuk Badan Kehormatan DPR, dan Badan
Kehormatan DPD, dan lain-lain untuk maksud membangun sistem etika bernegara.
Pada tahun 2001, MPR-RI juga mengesahkan Ketetapan MPR No. VI Tahun 2001
tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
E.Etika Fungsional Terbuka
Namun demikian, menurut Ketua Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu 2012-2017 ini, semua infra-struktur kode etik
dan sistem kelembagaan penegakan etika tersebut di atas dapat dikatakan sama
sekali belum dikonstruksikan sebagai suatu sistem peradilan etika yang bersifat
independen dan terbuka sebagaimana layaknya sistem peradilan modern. Persoalan
etika untuk sebagian masih dipandang sebagai masalah private yang tidak
semestinya diperiksa secara terbuka. Karena itu, semua lembaga atau majelis
penegak kode etika selalu bekerja secara tertutup dan dianggap sebagai
mekanisme kerja yang bersifat internal di tiap-tiap organisasi atau lingkungan
jabatan-jabatan publik yang terkait. Keseluruhan proses penegakan etika itu
selama ini memang tidak dan belum didesain sebagai suatu proses peradilan yang
bersifat independen dan terbuka.
Etika dalam dunia bisnis diperlukan
untuk menjaga hubungan baik dan fairness dalam dunia bisnis. Etika bisnis
mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri, pertama kali
timbul di amerika srikat pada tahun 1970-an. Untuk memahami perkembangan etika
bisnis De George membedakannya kepada lima periode.
Bisnis Sebagai Profesi yang Luhur
Pada dewasa ini bisnis sudah
dianggap sebagai suatu profesi. Bahkan bisnis seakan-akan menjadi sebutan
profesi, tetapi sekaligus juga menyebabkan pengertian profesi menjadi suatu
bahasa yang merancu atau kehilangan pengertian dasarnya. Itu terutama karena
bisnis modern mensyaratkan dan menuntut para pelaku bisnis untuk menjadi orang yang profesional.
Pada persaingan di dunia bisnis yang
ketat saat ini, menuntut dan menyadarkan para pelaku bisnis untuk menjadi orang
yang profesional. Sehingga profesionalisme menjadi suatu keharusan dalam
melakukan bisnis. Hanya saja sering kali sikap profesional dan profesionalisme
yang dimaksudkan dalam dunia bisnis hanya terbatas pada kemampuan teknis
menyangkut keahlian dan keterampilan yang terkait dengan bisnis : Manajemen,
produksi, pemasaran, keuangan, personalia dan seterusnya. Hal ini terutama
dikaitkan dengan prinsip efisiensi demi mendatangkan keuntungan yang maksimal.
Yang sering diabaikan dan dilupakan
banyak mendapat perhatian adalah profesionalisme dan sikap profesional juga
mengandung pengertian komitmen pribadi dan moral pada profesi tersebut dan pada
kepentingan pihak-pihak yang saling terkait. Orang yang profesional selalu
berarti orang yang memiliki komitmen pribadi yang tinggi, yang serius
menjalankan pekerjaannya, yang bertanggung jawab atas pekerjaannya agar tidak
sampai merugikan pihak lainnya. Orang
yang profesional adalah orang yang menjalankan pekerjaannya secara
tuntas dengan hasil dan mutu yang sangat baik karena komitmen dan tanggung
jawab moral pribadinya.
Itu sebabnya mengapa bisnis hampir
tidak pernah atau belum dianggap sebagai suatu profesi yang luhur. Bahkan
sebaliknya seakan ada jurang yang memisahkan dunia bisnis dengan etika. Tentu
saja ini terutama disebabkan oleh suatu pekerjaan kotor, tipu menipu, penuh
kecurangan dan etika buruk. Bahkan tidak hanya masyarakat, melainkan sering
orang bisnis menganggap dirinya bahwa memang pekerjaannya adalah tipu menipu,
curang, membohongi orang lain dan sebagainya. Sehingga tidak heran bisnis
mendapat predikat jelek, sebagai kerjanya orang-orang kotor.
Kesan dan sikap masyarakat tentang
bisnis serta bisnis sendiri, seperti itu disebabkan oleh ulah orang-orang atau
lebih tepatnya beberapa orang bisnis yang memperlihatkan citra yang begitu
negatif di masyarakat. Beberapa orang bisnis yang hanya ingin mengejar
keuntungan dengan menawarkan barang dan jasa dengan mutu rendah, yang tidak
memperdulikan pelayanan terhadap konsumennya bahkan tidak menghiraukan keluhan
konsumennya yang tidak sesuai dengan iklan ataupun janji terhadap barang atau
jasa yang ditawarkannya. Sehingga hal ini membuat citra negative bagi bisnis
tersebut.
Berdasarkan pengertian profesi yang menekankan keahlian dan keterampilan
yang tinggi serta komitmen moral yang mendalam, maka jelas kiranya bahwa
pekerjaan yang kotor tidak akan disebut sebagai profesi. Oleh karenanya bisnis
itu bukanlah merupakan profesi, jika bisnis dianggap sebagai sebagai pekerjaan
kotor, kendati istilah profesi, profesional, dan profesionalisme sering
diucapkan dalam kaitan kegiatan bisnis. Namun di pihak lain tidak dapat
disangkal bahwa ada hanya pembisnis dan juga perusahaan yang sangat menghayati
pekerjaan dan kegiatan bisnisnya sebagai sebuah profesi dalam pengertiannya
sebagaimana kita ketahui bersama. Mereka tidak hanya memiliki keahlian dan
keterampilan yang tinggi tetapi punya komitmen moral yang mendalam. Oleh karena
itu bukan tidak mungkin bahwa bisnis pun dapat menjadi sebuah profesi dalam pengertiannya yang
sebenar-benarnya, bahkan menjadi sebuah profesi yang luhur.
Untuk melihat tepat tidaknya
kata profesi dipakai juga untuk dunia
bisnis dan untuk melihat apakah bisnis dapat menjadi profesi yang luhur, mari
kita tinjau dua pandangan dan penghayatan yang berbeda mengenai pekerjaan dan
kegiatan bisnis yang dianut oleh para pelaku bisnis.
Sumber :
http://cindykhawa.blogspot.co.id/2014/12/perkembangan-etika-bisnis-dan-profesi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar