Kemacetan yang terjadi di Jalan Raya Margonda Depok
Pertumbuhan jumlah penduduk dan kegiatan ekonomi
Indonesia yang sangat pesat, telah berdampak langsung terhadap perkembangan
kota-kotanya. Selain manfaat positif yang didapatkan, terjadi pula dampak
negatif yaitu terjadinya proses perkembangan kota yang kurang baik, dari segi
bentuk fisik maupun kelancaran lalu lintas sebagai sarana bagi berlangsungnya
mobilitas dan kegiatan perikehidupan rnasyarakat. Hal ini terjadi sebagai
akibat dari belum Iengkapnya peraturan, ketidakcukupan aparat dan kekurangan
keahlian di bidang penataan bangunan dan lingkungan.
Sejak perubahan status Depok menjadi Kotamadya
Daerah Tingkat II yang dikukuhkan oleh UndangUndang No.15 tahun 1999, maka
perkembangan Kota Depok berlangsung sangat pesat bahkan diperkirakan akan Iebih
pesat lagi pada masarnasa yang akan datang. Padahal sebelum Depok berstatus
sebagai kota otonom pun, kota ini telah banyak mengalami pergeseran-pergeseran
peruntukan maupun fungsi lahan, terutama di kawasan koridor Margonda sebagai
pusat kota utamanya.
Penurunan kualitas kota dapat dilihat pada pola
aktivitas kegiatan yang semrawut , kemacetan lain lintas, buruknya kualitas
visual lingkungan kota dan hilangnya kenyamanan bagi masyarakat untuk beraktivitas
di kawasan tersebut. Untuk mengantisipasi munculnya permasalahan yang Iebih
kompleks, maka perlu diadakan usaha-usaha untuk menanggulanginya.
Kondisi tata ruang di kawasan Jalan Margonda Raya
yang demikian itu masih pula diperparah dengan sistem transportasi dan
infrastruktur jaian yang ada di Kota Depok, mengingat bahwa infrastruktur dan
sistem tranportasi di kota Depok keberadaannya belum sebanding dengan tingkat
kebutuhan di Depok sebagai kawasan penyangga Ibu kota Jakarta. Pergerakan
masyarakat Kota Depok yang begitu dinamis dengan mobilitas yang tinggi belum
ditunjang oleh infrastruktur yang memadai sehingga berbagai ancamandan
permasalahan lalu lintas tidak terhindarkan. Dan masalah kemacetan di Jalan
Margonda Raya kini menjadi fenomena yang tak terelakkan dan menjadi masalah
serius yang merugikan semua pihak balk secara ekonomis maupun sosial, terutama
masyarakat pengguna jalan yang melintasi kawasan ini.
Jalan Margonda, merupakan jalan utama yang berada
di Depok, Jawa Barat. Jika kalian ingin berkunjung ke Depok, pasti akan
melewati jalan utama ini. Di jalan ini tumbuh pesat pusat perbelanjaan,
pertokoan, perkantoran, apartemen, dan pusat pendidikan, diantaranya Depok Town
Square, Margo City, Universitas Indonesia, Universitas Indonesia, Apartemen
Margonda, serta sederet rumah makan yang menjadikan Jalan Margonda terkenal
sebagai sentral kuliner di Kota Depok. Semua hal yang disebutkan diatas berada
di jalan ini.
Jalan Margonda merupakan jalan utama dari Jakarta
menuju Depok. Begitu pun sebaliknya. Kondisi ini membuat masyarakat tumpah ruah
menuju Jalan Margonda, baik warga yang ingin berbelanja, ke bank, kuliah,
bekerja, dan segala jenis kegiatan lainnya menuju satu jalan, Jalan Margonda.
Dampaknya jelas, kemacetan terjadi setiap pagi,
siang, sore, hingga malam. Apalagi disaat akhir pekan, untuk memasuki Kota
Depok ataupun keluar dari Kota Depok kemacetan yang terjadi sangat amat parah
kondisinya. Banyak masyarakat menghabiskan akhir pekan di kota belimbing ini.
Dengan kondisi macet yang sangat luar biasa, bisa dikatakan kemacetan di kota
ini sama halnya dengan kondisi macet di Jakarta.
Kemacetan yang luar biasa di jalan ini,
masyarakat sekitar memberikan istilah yaitu “neraka jalanan”. Jelas saja, di
jalan lurus ini, selain padat dengan kendaraan roda dua dan empat, masih
ditambah lagi mobil dan motor yang parkir di bahu jalan serta penyebrangan
jalan, menjadikan kemacetan di jalan ini sering bertambah parah. Kondisi ini
pun menjadi perhatian yang serius bagi Pemerintah Kota Depok. Penataan jalur
emas tersebut sudah menjadi blue priny yang harus dijalankan. Berbekal Perda
No. 18 Tahun 2003 tentang garis sempadaan bangunan (GBS), tahun 2010 Pemkot
Depok mulai melebarkan Jalan Margonda ini. Pelebaran jalan ini dimulai dari
depan kampus Bina Sarana Informatika (BSI) hingga ke pertigaan Ramanda. Meski
begitu setelah adanya pelebaran jalan ini, kemacetan yang terjadi di Kota
Depok, khususnya Jalan Margonda ini tida serta merta berkurang kemacetannya.
Hal ini terjadi karena banyak pengendara yang
memarkirkan kendaraannya di jalan raya, karena dalam toko atau gedung yang dia
ingin datangi tidak ada tempat parkir. Sehingga, pelabaran jalan ini banyak
juga dijadikan tempat parkir bagi kendaraan motor ataupun mobil. Sehingga,
bagaimanapun juga masalah ini tidak dapat dipecahkan dengan hanya masalah
pelebaran jalan saja. Banyak hal yang perlu diamati kembali, apa indikator yang
menyebabkan jalan ini tentu saja menimbulkan kemacetan. Apalagi disaat
hari-hari menjelang lebaran tahun ini menjadi puncak kemacetan di jalan yang
namanya diambil dari tokoh pejuang di Depok ini.
Tentunya warga masyarakat mengeluhkan kemacetan
yang dialami Kota Depok. Padatnya arus lalu lintas saat ini disebabkan
bertambahnya jumlah kendaraan di jalan tersebut. Jumlahnya dapat mencapai
sekitar 10.000 kendaraan per harinya. Belum lagi ditambah angkutan kota
(angkot) yang melewati Jalan Margonda. Angkot-angkot ini sering sekali mengetem
di depan margo city, kober UI, dan depan Depok Town Square. Sehingga, kita
tidak dapat memungkiri kalau kemacetan ini tidak dapat dihindarkan.
Banyak cara yang sudah dilakukan aparatur
pemerintah Kota Depok dalam menanggulangi kemacetan di Jalan Margonda ini.
Contohnya ialah dengan mengalihkan angkot untuk tidak melewati Jalan Margonda.
Ribuan angkot di Depok dilarang melalui Jalan Margonda Raya untuk mengurangi
beban kemacetan di pusat kota. Alhasil, 1.400 Angkot dengan sembilan trayek
yang melalui Jalan Margonda Raya, pusat perbelanjaan ITC, balai kota menuju
Terminal Depok, kini tak boleh lagi melintas. Pemerintah Kota Depok telah
membuka jalur sejajar rel kereta di Jalan Dewi Sartika, Pancoran Mas Depok
khusus bagi angkot yang datang dari arah barat agar tak menumpuk di depan balai
kota dan ITC. Ini untuk mengurangi beban Margonda, dampaknya signifikan, naik
dan turun penumpang harus di dalam terminal, karena itu kami operasikan jalan
sejajar rel, ada 1.400 armada angkot yang tak boleh lagi melalui jalan
Margonda. Meskipun kebijakan ini menuai protes yang besar dari supir angkot dan
penumpang, namun pemerintah berpendapat ini dilakukan untuk membiasakan diri
menjadi tertib dan mengurangi angkot yang mengetem.
Program lain yang dilakukan pemerintah Kota Depok
untuk mengurangi kemacetan ialah dengan Program One Day No Car (ODNC).
Dimana program ini diwajibkan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilingkungan
pemkot Depok yang berlaku di hari selasa. Menurut wali Kota Depok, Nur Mahmudi,
program ini dicanangkan agar masyarakat khususnya PNS pemkot Depok dapat
mengurangi kemacetan yang terjadi di Kota Depok dan juga agar menghemat bahan
bakar. Program yang rutin dilakukan setiap hari selasa ini mendapat sambutan
yang positif dari warga, walau pada awal peluncurannya banyak yang meragukan.
Dengan adanya kebijakan dan program yang
dilakukan Pemerintah Kota Depok ini bertujuan untuk mengurangi kemacetan yang
terjadi setiap harinya di Jalan Margonda. Ini menjadi tantangan bagi Pemerintah
Kota Depok, bagaimana membuat jalan protokol di Kota Depok ini layak dilewati
kendaraan kendaraan seperti 15 tahun atau 20 tahun silam. Ibarat urat nadi,
Jalan Raya Margonda sudah sampai pada stadiumyang sangat mengkhawatirkan.
Diperlukan tindakan segera dan nyata dari Pemkot Depok dalam mengatasi masalah
ini