Rabu, 18 November 2015

Pengertian Good Corporate Governance dan Contoh Kasus Penyimpangannya

Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, Proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. Good Corporate Gorvernance dimasukkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalaha-kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat di perebaiki dengan segera. Penertian ini dikutip dari buku Good Corporate Governance pada badan usaha manufaktur, perbankan dan jasa keuangan lainnya (2008:36)

Contoh kasus dalam penyimpangan GCG :
JAKARTA—Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai terjadi pelanggaran Good Corporate Governance (GCG) oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) kala mengeluarkan (SE) No. 177/BRTI/2011   ke 10 operator telekomunikasi pada medio Oktober 2011.
SE tersebut berisikan himbauan  menghentikan penawaran konten melalui SMS broadcast, pop screen, atau voice broadcast sampai dengan batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Analisis :
Layanan SMS premium ini tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita, dan sudah tidak asing pula bahwa jasa ini memberikan dampak yang sangat merugikan bagi pengguna telepon seluler. Kerugian yang didapat tersebut adalah banyak sekali pelanggan yang pulsanya sering habis oleh ulah para penyelenggara jasa SMS premium tersebut, walaupun pelanggan sudah menghentikan layanan tersebut tetapi pulsa selalu saja di sedot oleh pihak penyelenggara jasa tersebut. Hal ini tentu saja merugikan pelanggan yang membuat keperluannya terhambat karena pulsa yang tiba-tiba habis di ambil oleh penyelenggara jasa tersebut.
Namun dalam mengatasi hal tersebut BRTI yang seharusnya menyelesaikan masalah ini kepada pihak penyelenggara jasa tersebut bukan kepada operator. BRTI juga seharusnya lebih ketat dalam pengawasan layanan tersebut agar tidak terjadi lagi peristiwa sedot pulsa. Dalam kasus diatas juga sudah di jelaskan tentang pasal-pasal yang tidak dilaksanakan sesuai kenyataan. Hal inilah yang membuat BRTI diduga menyimpang dari Good Corporate Governance (GCG)
“Kami melihat adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh BRTI dengan keluarnya SE tersebut,” ungkap Ketua Umum Mastel Setyanto P Santosa.
Menurutnya, penyimpangan terkait dengan Instruksi Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Pesan Premium. Menurut Pasal 8 KM No.36/PER/M/KOMINFO/ 10/2008, BRTI hanya dapat menuangkan produk pengaturan yang sifatnya perintah dalam bentuk Keputusan Dirjen.
Berikutnya tentang indepedensi dan profesionalitas  dimana  BRTI
tidak mempertimbangkan secara seksama, bahkan beberapa informasi yang seharusnya bersifat rahasia. BRTI justru  melibatkan pihak lain.BRTI tidak jelas dalam mendefinisikan hal-hal yang ingin diaturnya, sehingga berdampak kepada bisnis dan cenderung dapat mematikan bisnis penyedia konten
Hal lain adalah BRTI tidak melakukan proses yang transparan kepada para pemangku kepentingan.
Para Penyelenggara Jasa Pesan Premium yang paling terkena dampak dari penerbitan SE tersebut tidak dilibatkan dalam pembahasan, termasuk dalam pembahasan revisi PM No. 1/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke banyak tujuan.  Penyelenggara Jasa Pesan Premium baru dilibatkan pada saat proses evaluasi
“Mastel  berpendapat bahwa seharusnya SE BRTI tidak langsung ditujukan kepada operator telekomunikasi melainkan disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara Jasa Layanan Pesan Premium. Hal ini berdasarkan Pasal 3 PM 01/2009, bahwa Jasa Pesan Premium diselenggarakan oleh Penyelenggara Jasa Pesan Premium berdasarkan kerja sama dengan Penyelenggara Jaringan jasa teleponi dasar,” katanya.
Terakhir terkait,  Pasal 15 PM 01/2009 menyatakan bahwa pengguna berhak mengajukan ganti rugi kepada Penyelenggara Pesan Premium,  sedangkan dalam SE BRTI butir 4, tanggung jawab dari Penyelenggara Pesan Premium tidak dinyatakan.
Ditegaskannya, kasus sedot pulsa tidak akan terjadi jika ada pengawasan ketat dari BRTI. Hal ini karena  penyelenggaraan Jasa Pesan Premium diselenggarakan setelah mendapatkan izin berupa pendaftaran penyelenggaraan kepada BRTI.

Rabu, 11 November 2015

PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI DAN PERUSAHAAN, HUBUNGAN BUDAYA DAN ETIKA, KENDALA DALAM MEWUJUDKAN KINERJA BISNIS

A.    KARAKTERISTIK BUDAYA ORGANISASI
            Penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang, secara keseluruhan, merupakan hakikat budaya organisasi.
-          Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
-          Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail.
-          Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
-          Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
-          Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada indvidu-individu.
-          Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
-          Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

B.     FUNGSI BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal batas tingkah laku individu yang ada didalamnya.
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
1.      Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2.      Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3.      Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
4.      Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
5.      Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

C.    PEDOMAN TINGKAH LAKU
Tingkah laku merujuk kepada tindakan atau tindak balas sesuatu objek atau organisma, biasanya sehubungan dengan persekitarannya. Ia bersifat:
-          sedar atau separa sedar;
-          nyata atau terselindung;
-          rela atau tidak;
-          sejadi atau dipelajari.
Tingkah laku haiwan dikawal oleh sistem endokrin dan sistem saraf, dengan kerumitannya bergantung kepada kekompleksan sistem sarafnya. Umumnya, organisma yang mempunyai sistem saraf yang kompleks lebih berupaya mempelajari gerak balas yang baharu dan justera, dapat menyesuaikan tingkah lakunya.
Dalam bidang psikologi
Tingkah laku manusia (dan organisma yang lain serta juga mekanisme) dapat bersifat biasa, luar biasa, boleh diterima, atau tidak boleh diterima. Manusia menilai kebolehterimaan sesuatu tingkah laku berdasarkan norma sosial untuk mengawalnya menerusi kawalan sosial. Dalam bidang sosiologi, tingkah laku dianggap sebagai tidak bermakna kerana ia tidak ditujukan kepada orang lain dan justera, merupakan tindakan manusia yang paling asas. Bagaimanapun, ia masih dapat memainkan peranan dalam diagnosis gangguan seperti autisme.
Tingkah laku menjadi satu binaan yang penting dalam bidang psikologi awal abad ke-20 dengan pengenalan paradigma yang kemudian dikenali sebagai behavorisme. Pengenalannya merupakan suatu tindak balas terhadap apa yang dikenali sebagai psikologi "fakulti". Psikologi "fakulti" bertujuan untuk menganalisis atau memahami minda tanpa dimanfaatkan oleh pengujian saintifik. Sebaliknya, behavorisme hanya menegaskan apa yang dapat dilihat atau dimanipulasikan. Mengikut pandangan awal John B. Watson, salah satu pengasas bidang ini, tiada sebarang yang disimpulkan terhadap sifat entiti yang menghasilkan tingkah laku tersebut. Pengubahsuaian yang kemudian terhadap sudut pandangan Watson dan apa yang dikenali sebagai "pelaziman klasik" (lihat Ivan Pavlov) memunculkan pelaziman operan, satu teori yang disokong oleh B.F. Skinner yang mengambil alih institusi akademiknya sehingga 1950-an. Pada hari ini, banyak orang nama mensinonimkan nama Skinner dengan behavorisme.
Untuk kajian tentang tingkah laku, etogram dipergunakan. Tingkah laku haiwan dikaji dalam bidang psikologi perbandingan, etologi, ekologi tingkah laku, dan sosiobiologi.
Di luar bidang psikologi
Tingkah laku di luar bidang psikologi termasuklah sifat fizik dan tindak balas kimia. Sebagaimana digunakan dalam bidang sains komputer, ia merupakan satu binaan antropomorfik yang memberikan "nyawa" kepada kegiatan yang dilakukan oleh komputer, penggunaan komputer, atau kod komputer sebagai balasan terhadap rangsangan seperti input pengguna. "Tingkah laku" juga merupakan satu blok kod atau skrip komputer boleh guna semula yang apabila digunakan pada sesuatu objek, khususnya objek grafik, menyebabkan objek itu membalas terhadap input pengguna dalam pola yang bererti atau untuk membenarkan objek itu bertindak secara bebas. Istilah "tingkah laku" juga boleh digunakan pada setakatnya untuk fungsi matematik bagi merujuk kepada anatomi keluk.
Dalam bidang pemodelan alam sekitar pula dan khususnya dalam bidang hidrologi, model tingkah laku ialah model yang cukup mirip dengan proses semula jadi tercerap, misalnya model yang dapat menyelakukan kadar alir sungai tercerap dengan memuaskan. Ia merupakan konsep utama untuk apa yang dipanggil sebagai perkaedahan Penganggaran Ketakpastian Kebolehjadian Teritlak (GLUE) untuk menyatakan ketakpastian ramalan persekitaran secara kuantitatif.

D.    APRESIASI BUDAYA
    Istilah  apresiasi  berasal  dari bahasa inggris  "apresiation" yang berarti penghargaan,penilaian,pengertian. Bentuk itu berasal dari kata kerja " ti appreciate" yang berarti menghargai, menilai,mengerti dalam bahasa indonesia menjadi mengapresiasi. Apresiasi budaya adalah kesanggupan untuk menerima dan memberikan penghargaan, penilaian, pengertian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
            Kebudayaan perlu diapresiasi dengan harapan kita sebagai manusia dapat memperlihatkan rasa menghargai karya yang dihasilkan dari akal dan budi manusia. Apresiasi diperlukan untuk tetap menjaga nilai-nilai budaya yang ada agar tetap hidup dan selalu lestari, juga dapat dikembangkan menjadi lebih baik. Melalui apresiasi, seorang pencipta dapat memperoleh masukan, ide, saran, kritik, dan pujian untuk karyanya. Melalui ide, saran, masukan, dan kritik tersebut jugalah para pencipta diharapkan dapan membuat karya yang lebih baik lagi.

E.     Hubungan Etika Bisnis Dengan Budaya Perusahaan
            Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar atau salah, baik atau buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat berbagai pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja, dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan, karyawan, dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dengan karyawan yang sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya. Etika kerja berkaitan dengan antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan mengukur hubungan antarkaryawan.
            Pelaku etis yang telah berkembang dalam perusahaan menimbulkan situasi saling percaya antara perusahaan dan stakeholder, yang memungkinkan perusahaan meningkatkan keuntungan jangka panjang. Perilaku etis akan mencegah pelanggan, pegawai, dan pemasok bertindak oportunis, serta timbulnya saling percaya. Budaya perusahaan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya perilaku yang etis, dan sebaliknya dapat pula mendorong perilaku yang tidak etis. Kebijakan perusahaan untuk memberikan perhatian yang serius pada etika perusahaan dan memberikan citra bahwa manajemen mendukung perilaku etis dalam perusahaan.
            Kebijakan perusahaan biasanya secara fomal didokumentasikan dalam bentuk Kode Etik (Code of Conduct). Di tengah iklim keterbukaan dan globalisasi yang membawa keragaman budaya, kode etik memiliki peranan yang sangat penting sebagai buffer dalam interaksi intensif beragam ras, pemikiran, pendidikan, dan agama. Sebagai persemaian untuk menumbuhkan perilaku etis, perlu dibentuk iklim etika dalam perusahaan. Iklim etika tersebut tercipta, jika dalam suatu perusahaan terdapat kumpulan pengertian tentang perilaku apa yang dianggap benar dan tersedia mekanisme yang memungkinkan permasalahan mengenai etika dapat diatasi. Terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika dalam perusahaan, yaitu:
1.      Terciptanya budaya perusahaan secara baik
2.      Terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya (trust-based organization)
3.      Terbentuknya manajemen hubungan antarpegawai (employee relationship management)
Iklim etika dalam perusahaan dipengaruhi oleh adanya interaksi  beberapa faktor, yaitu:
1.      Faktor kepentingan diri sendiri
2.      Faktor keuntungan perusahaan
3.      Faktor pelaksanaan efisiensi
4.      Faktor kepentingan kelompok
Penciptaan iklim etika mutlak diperlukan, meskipun memerlukan waktu, biaya, dan ketekunan manajemen. Dalam iklim etika, kepentingan stakeholder terakomodasi secara baik karena dilandasi dengan rasa saling percaya.

F.     PENGARUH ETIKA TERHADAP BUDAYA
            Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara:
1.      Pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka.
2.      Pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan, Perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut.
3.       Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.
Dalam menciptakan budaya organisasi yang etis, isu dan kekuatan suatu budaya memengaruhi suasana etis sebuah organisasi dan perilaku etis para anggotanya.  Budaya sebuah organisasi yang punya kemungkinan paling besar untuk membentuk standar dan etika tinggi adalah budaya yang tinggi toleransinya terhadap risiko tinggi, rendah, sampai sedang dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana selain juga hasil.
Manajemen dapat melakukan beberapa hal dalam menciptakan budaya organisasi yang lebih etis, antara lain :
Model peran yang visible
Karyawan akan melihat perilaku manajemen puncak sebagai acuan standar untuk menentukan perilaku yang semestinya diambil.
Komunikasi harapan etis
Ambiguitas etika dapat diminimalkan dengan menciptakan dan mengomunikasikan kode etik organisasi.
Pelatihan etis
Pelatihan etis digunakan untuk memperkuat standar, tuntunan organisasi, menjelaskan praktik yang diperbolehkan dan yang tidak, dan menangani dilema etika yang mungkin muncul.

G.    Hubungan Etika Dan Budaya

Etika merupakan standar moral yang menyangkut baik-buruk  dan benar-salah
Etika bisnis meliputi:
-          Etika perusahaan
Hubungan perusahaan dengan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya
-          Etika kerja
Hubungan antara perusahaan dengan karyawan
-          Etika perorangan
Hubungan antar karyawan
Budaya dapat mendorong terciptanya perilaku etis atau sebaliknya dapat mendorong terciptanya perilaku tidak etis
Faktor yang menyebabkan terciptanya iklim etika dalam organisasi:
-          Terciptanya budaya perusahaan secara baik
-          Terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya
-          Terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai

H.    Kendala Mewujudkan Kinerja Bisnis
Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala. Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1.      Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
2.      Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
3.      Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
4.      Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen.

PERSPEKTIF ETIKA BISNIS DALAM AJARAN ISLAM DAN BARAT, ETIKA PROFESI

A.    BEBERAPA ASPEK ETIKA BISNIS ISLAMI
            DUNIA bisnis sangat di sukai oleh banyak orang. Banyak juga yang mencita-citakan profesi ini. Sebagai orang yang ingin berbisnis, kita harus mengetahui mengenai prinsip bisnis itu sendiri. Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.
            Islam itu sendiri merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana bisnis. Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan sosial.

Berikut ini ada 5 ketentuan umum etika berbisnis dalam Islam.
1.      Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2.      Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.
Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
            واوفوا الكيل اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويلا
            “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan        neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik      akibatnya,” (Q.S. al-Isra’: 35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.”
3.      Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4.      Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5.      Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.

B.     TEORI RTICHAL EGOISM
            Teori Ethical Egoism, teori ini hanya melihat terhadap si pelaku sendiri. Teori ini mengajarkan bahwa benar atau salah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang diukur dari dampak baik atau buruk yang ditimbulkan oleh perbuatan terhadap orang itu sendiri (Munir Fuady, 1999;19).

C.     TEORI RELATIVISME
            Relativisme berasal dari kata Latin, relativus, yang berarti nisbi atau relative. Sejalan dengan arti katanya, secara umum relativisme berpendapat bahwa perbedaan manusia, budaya, etika, moral, agama, bukanlah perbedaan dalam hakikat, melainkan perbedaan karena faktor-faktor di luarnya. Sebagai paham dan pandangan etis, relativisme berpendapat bahwa yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah tergantung pada masing-masing orang dan budaya masyarakatnya. Ajaran seperti ini dianut oleh Protagras, Pyrrho, dan pengikut-pengikutnya, maupun oleh kaum Skeptik.

D.    KONSEP DEONTOLOGI
            Deontologi adalah teori etika yang memfokuskan pada berhasil dilakukan atau tidaknya suatu kewajiban dengan maksim – maksim tertentu sebagai penentu bahwa perbuatannya tersebut bernilai baik. Dalam etika ini individu merupakan hal yang penting, karena dianggap tiap individu adalah agen moralnya sendiri, dan kewajiban yang harus dilakukan adalah kewajiban bernilai individu. Permasalahan utama disini adalah kewajiban itu bersikap keras tidak boleh dilanggar walau itu berakibat buruk diakhirnya.

E.     PENGERTIAN PROFESI
            Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris "Profess", yang dalam bahasa Yunani adalah "Επαγγελια", yang bermakna: "Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen".
            Profesi juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, teknik desainer, tenaga pendidik.
            Seseorang yang berkompeten di suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walau demikian, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.

F.      KODE ETIK
            Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
            Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional.

G.    PRINSIP ETIKA PROFESI
            Tuntutan profesional sangat erat dengan suatu kode etik setiap profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Di sini akan dikemukakan empat prinsip etika profesi yang paling kurang berlaku untuk semua profesi pada umumnya. Tentu saja prinsip-prinsip etika pada umumnya yang berlaku bagi semua orang, juga berlaku bagi profesional sejauh mereka adalah manusia (Kerap, 1998:44)
            Lebih jauh Kerap (1998) mengatakan pertama, prinsip tanggung jawab adalah salah satu prinsip bagi kaum profesional. Bahkan sedemikian pokoknya sehingga seakan tidak harus lagi dikatakan. Karena, sebagaimana diuraikan di atas, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain, khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya.
            Prinsip kedua adalah prinsip keadilan. Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan tertentu, khususnya orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya.
           Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan konsekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Hanya saja prinsip otonomi ini punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. kedua, otonomi itu juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonomi kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan umum.

            Keempat, prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat ciri-ciri profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang profesional juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena itu punya komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain atau masyarakat.

JENIS PASAR, LATAR BELAKANG MONOPOLI, ETIKA DALAM PASAR KOMPETITIF

A.    PASAR PERSAINGAN SEMPURNA
            Pengertian pasar persaingan sempurna adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dengan penawaran di mana jumlah pembeli dan penjual sedemikian rupa banyaknya/ tidak terbatas.

B.     PASAR MONOPOLI
            Pasar monopoli adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dan penawaran di mana hanya ada satu penjual/produsen yang berhadapan dengan banyak pembeli atau konsumen.

C.     PASAR OLIGOPOLI
            Pasar oligopoli adalah suatu bentuk interaksi permintaan dan penawaran, di mana terdapat beberapa penjual/produsen yang menguasai seluruh permintaan pasar.

D.    Monopoli & Dimensi Etika Bisnis

            Dari sisi etika bisnis, pasar monopoli dianggap kurang baik dalam mencapai nilai-nilai moral karena pasar monopoli tak teregulasi tidak mampu mencapai ketiga nilai keadilan kapitalis, efisiensi ekonomi dan juga tidak menghargai hak-hak negatif yang dicapai dalam persaingan sempurna.
E.     Etika Dalam Pasar Kompetitif (Pasar Persaingan Sempurna)

A.    Etika Dalam Pasar Kompetitif (Pasar Persaingan Sempurna)
            Pasar dikatakan mampu mencapai tiga nilai moral utama: (a) mendorong pembelidan penjual mempertukarkan barang dalam cara yang adil (dalam artian adiltertentu); (b) memaksimalkan utilitas pembeli dan penjual dengan mendorongmereka mengalokasikan, menggunakan, dan mendistribusikan barang-barangdengan efisiensi sempurna, dan (c) mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan suatucara yang menghargai hak pembeli dan penjual untuk melakukan pertukaran secarabebas.Efisiensi di pasar bebas secara kompetitif dalam tiga cara utama:
1.      Mereka memotivasi sumber daya perusahaan untuk berinvestasi di industridengan permintaan konsumen yang tinggi dan menjauh dari industri di manapermintaan rendah.
2.      Mereka mendorong perusahaan untuk meminimalkan sumber daya yangmereka konsumsi untuk menghasilkan suatu komoditi dan menggunakan teknologi yang efisien.
3.      Mereka mendistribusikan komoditi antara pembeli sehingga merekamenerima komoditas yang paling memuaskan yang dapat mereka peroleh,dalam kaitannya dengan komoditas yang tersedia bagi mereka serta uangyang mereka miliki untuk membelinya.
Pasar kompetitif sempurna mampu menciptakan keadilan kapitalis danmemaksimalkan utilitas dalam suatu cara yang menghargai hak pembeli danpenjual

F.      KOMPETISI PADA PASAR EKONOMI GLOBAL
            Kompetisi mempunyai pengertian adanya persaingan antara perusahaan untuk mencapai pangsa pasar yang lebih besar. Kompetisi antara perusahaan dalam merebutkan pelanggan akan menuju pada inovasi dan perbaikan produk dan yang pada akhirnya pada harga yang lebih rendah. Sebuah perusahaan yang memimpin pasar dapat dikatakan sudah mencapai keunggulan kompetisi. Kompetisi baik bagi perusahaan karena akan terus mendorong adanya inovasi, ketekunan dan membangun semangant tim. Sekalipun demikian, tidak selamanya kompetisi selalu baik karena kita harus memastikan bahwa para pesaing perusahaan kita tidak akan mencuri pelanggan kita.
            Dalam pengertian sempit, kompetisi mempunyai pengertian perusahaan-perusahaan berusaha sekuat tenaga untuk membuat pelanggan membeli produk mereka bukan produk pesaing. Oleh karena itu, akan terdapat pihak yang menang dan yang kalah. Dalam pengertian luas sebagaimana sudah disebutkan di atas, kompetisi merupakan usaha organisasi bisnis dalam memperoleh pangsa pasar yang lebih besar dan lebih sukses dibandingkan dengan pesaingnya. Ada tiga model kompetisi dalam dunia bisnis, yaitu: kompetisi manufaktur, kompetisi penjualan dan model-model kompetisi.

            Jadi Indonesia memiliki daya atau kemampuan saing untuk berkompetisi dalam pasar global. Belum lagi faktor-faktor lain yang tidak diuraikan dalam. Jika ingin mendorong perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mengekspansi sayap-sayapnya pada skala ASEAN pada MEA dan AFTA 2015 (untuk jangka pendek), maupun pada skala global (untuk jangka panjang), beberapa hal yang tertinggal terlebih dahulu harus dikejar dan dibenahi secara makro. Pertama, membentuk SDM yang kuat dan profesional. Kedua, dalam rangka peningkatan produktivitas dan efisiensi, teknologi-teknologi sebagai alat produksi perlu dimutakhirkan, dengan harapan bisa menurunkan biaya produksi.