Sabtu, 17 Oktober 2015

Norma dan etika dalam pemasaran, produksi, manajemen sumber daya manusia dan finansial

A.    Etika bisnis di Bidang Pemasaran
Dalam setiap produk harus dilakukan promosi untuk memberitahukan atau menawarkan produk atau jasa agar mudah dan cepat dikenali oleh masyarakat dengan harapan kenaikan pada tingkat pemasarannya.
Promosi sangat diperlukan untuk dapat membuat barang yang produksi menjadi diketahui oleh publik dalam berpromosi diperlukan etika-etika yang mengatur bagaimana cara berpromosi yang baik dan benar serta tidak melanggar peraturan yang berlaku, etika ini juga diperlukan agar dalam berpromosi tidak ada pihak-pihak yang dirugikan oleh tekhnik promosi.
Cara-Cara Melakukan Promosi Dengan Etika Bisnis
Dalam menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
3. Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
4. Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan Negara.
7. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan

Pengusaha Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.
9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.
10. Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan Kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
11. Menuangkan ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.

B.     Norma dan Etika pada Bidang Produksi
Pengertian Produksi
Produksi yang menghasilkan barang dan jasa baru sehingga dapat menambah jumlah, mengubah bentuk, atau memperbesar ukurannya. Misalnya beternak dan bercocok tanam.
Produksi diartikan sebagai kegiatan untuk meningkatkan atau menambah daya guna suatu barang sehingga lebih bermanfaat. Misalnya pertukangan dan kerajinan.
Tujuan Produksi antara lain
1. Memperbanyak jumlah barang dan jasa
2. Menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas tinggi
3. Memenuhi kebutuhan sesuai dengan peradaban
4. Mengganti barang-barang yang rusak atau habis
5. Memenuhi pasar dalam negeri untuk perusahaan dan rumah tangga
6. Memenuhi pasar internasional
7.Meningkatkan kemakmuran
Proses Produksi Suatu kegiatan yang dilakuka nmelalui tahapan-tahapan tertentu untuk menghasilkan atau menambah manfaat barang atau jasa.

Etika Produksi
Dalam proses produksi, subuah produsen pada hakikatnya tentu akan selalu berusaha untuk menekan biaya produksi dan berusaha untuk mendapatkan laba sebanyak banyaknya. Dalam upaya produsen untuk memperoleh keuntungan, pasti mereka akan melakukan banyak hal untuk memperolehnya. Termasuk mereka bisa melakukan hal hal yang mengancam keselamataan konsumen. Padahal konsumen dan produsen bekerjasama. Tanpa konsumen, produsen tidak akan berdaya. Seharunyalah produsen memeberi perhatian dan menjaga konsumen sebagai tanda terima kasih telah membeli barang atau menggunakan jasa yang mereka tawarkan. Namun banyak produsen yang tidak menjalankan hal ini. Produsen lebih mementingkan laba. Seperti banyaknya kasus kasus yang akhirnya mengancam keselamatan konsumen karena dalam memproduksi, produsen tidak memperhatikan hal hal buruk yang mungkin terjadi pada konsumen. Bahkan, konsumen ditipu, konsumen ditawarkan hal-hal yang mereka butuhkan, tapi pada kenyataannya, mereka tidak mendapat apa yang mereka butuhkan mereka tidak memperoleh sesuai dengan apa yang ditawarkan.
Pandangan Kontrak Kewajiban Produsen Terhadap Konsumen
Hubungan antara perusahaan dengan konsumen pada dasarnya merupakan hubungan kontraktual, dan kewajiban moral perusahaan pada konsumen adalah seperti yang diberikan dalam hubungan kontraktual.
Jadi, perusahaan berkewajiban untuk memberikan produk sesuai dengan karakteristik yang dimaksud dan konsumen memiliki hak korelatif untuk memperoleh produk dengan karateristik yang dimaksud.
-          Kewajiban untuk Mematuhi
Kewajiban untuk memberikan suatu produk dengan karakteristik persis seperti yang dinyatakan perusahaan, yang mendorong konsumen untuk membuat kontrak dengan sukarela dan yang membentuk pemahaman konsumen tentang apa yang disetujui akan dibelinya.
Jadi, pihak penjual berkewajiban memenuhi klaim yang dibuatnya tentang produk yang dijual. Tidak seperti Wintherop Laboratories memasarkan produk penghilang rasa sakit yang oleh perusahaannya diklaim sebagai obat nonaddictive (tidak menyebabkan ketergantungan). Selanjutnya seorang pasien yang menggunakan produk tersebut menjadi ketergantungan dan akhirnya meninggal karena over dosis.
-          Kewajiban untuk Mengungkapkan
Penjual yang akan membuat perjanjian dengan konsumen untuk mengungkapkan dengan tepat apa yang akan dibeli konsumen dan apa saja syarat penjualannya. Ini berarti bahwa penjual berkewajiban memberikan semua fakta pada konsumen tentang produk tersebut yag dianggap berpengaruh kepada keputusan konsumen untuk membeli.
Contoh, jika pada sebuah produk yang dibeli konsumen terdapat cacat yang berbahaya atau beresiko terhadap kesehatan dan keamanan konsumen, maka harus diberitahu.
-          Kewajiban untuk Tidak Memberikan Gambaran yang Salah
Penjual harus menggambarkan produk yang ia tawarkan dengan benar, ia harus membangun pemahaman yang sama tentang barang yang ia tawarkan di piiran konsumen sebagaimana barang tersebut adanya. Jangan sampai terjadi Misrepresentasi bersifat koersif , yaitu, seseorang yang dengan sengaja memberikan penjelasan yang salah pada orang lain agar orang tersebut melakukan sesuatu seperti yang diinginkannya, bukan seperti yang diinginkan orang itu sendiri apabila dia mengetahui yang sebenarnya.
Contoh: pembuat perangkat lunak atau perangkat keras computer memasarkan produk yang mengandung ‘bug’ atau cacat tanpa memberitahu tentang fakta tersebut.
-          Kewajiban untuk Tidak Memaksa
Penjual berkewajiban untuk tidak memanfaatkan keadaan emosional yang mungkin mendorong pembeli untuk bertindak secara irasional dan bertentangan dengan kepentingannya, tidak memanfaatkan ketidaktahuan, ketidakdewasaan, kebodohan, atau faktor lain yang mengurangi atau menghapuskan kemampuan pembeli untuk menetapkan pilihan secara bebas.

C.    Norma dan etika pada fungsi SDM
Etika merupakan cara berpikir mengenai perilaku manusia di bawah pangkal tolak pandangan baik dan buruk atau benar dan salah dari norma-norma dan nilai-nilai, pertanggungjawaban dan pilihan. Peran SDM bagi sebuah perusahaan yang ingin berumur panjang merupakan suatu hal strategis. Oleh karena itu, untuk menangani SDM yang handal harus dilakukan sebagai human capital. Para manajer harus mengaitkan pelaksanaan MSDM dengan strategi organisasi untuk meningkatkan kinerja, mengembangkan budaya korporasi yang mendukung penerapan inovasi dan fleksibilitas. Peran strategis SDM dalam organisasi bisnis dapat dikolaborasi dari segi teori sumber daya. Dalam dunia bisnis etika juga memiliki peranan yang sangat penting ketika keuntungan bukan lagi menjadi satu-satunya tujuan organisasi.
Perilaku yang tidak etis seperti minum-minuman keras, penggunaan obat-obatan terlarang di tempat kerja, penyalah-gunaan email, tidak melaporkan pelanggaran karyawan lain kepada manajemen, serta berbagai pelanggaraan etika lainnya. Hal ini dapat menjadi sesuatu yang serius mengingat perilaku yang tidak etis dapat menjurus kearah tindakan kriminal serta perilaku lain yang merugikan perusahaan, baik finansial maupun non-finansial. Banyak sebab yang menjadikan perilaku yang tidak etis yang ditunjukkan karyawan tersebut muncul. Hal ini terkait pada individu karyawan saja, tetapi juga menyangkut keseluruhan proses dalam organisasi. Dalam hal ini manajemen sumber daya manusia mempunyai peran penting untuk menjamin bahwa organisasi bertindak secara fair dan etis karyawan , klien, serta stakeholder lainnya.
PENGERTIAN ETIKA
Menurut Magnis Suseno , Etika adalah Sebuah ilmu dan bukan ajaran. Sebagai ilmu yang terutama menitik-beratkan refleksi kritis dan rasional, etika dalam hal ini mempersoalkan apakah nilai dan norma moral tertentu harus dilaksanakan dalam situasi konkret tertentu yang dihadapai seseorang. Sehingga, etika membutuhkan evaluasi kritis atas semua seluruh situasi yang terkait.
PENGERTIAN SUMBER DAYA MANUSIA
Manajemen SDM (sumber daya manusia) merupakan suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya, untuk dapat menunjang aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Menurut A.F. Stoner, Manajemen SDM merupakan suatu prosedur yang berkelanjutan, yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.
Untuk mencapai penanganan SDM sebagai Human Capital dapat dinilai dari komponen-komponen sebagai berikut:
1.      Perencanaan dan Pengelolaan SDM
a. Seberapa jauh perencanaan SDM dikaitkan dengan strategi.
b. Seberapa jauh SDM dikaitkan dengan tujuan peningkatan kualitas.
c. Seberapa besar penggunaan data pegawai untuk peningkatan pengelolaan
SDM.
2.      Peningkatan Pegawai
a. Seberapa besar insentif bagi keterlibatan pegawai dalam peningkatan
kualitas.
b. Seberapa besar wewenang yang diberikan kepada pegawai dalam area
kerja mereka.
c. Bagaimana pengukuran dan pemantauan pegawai dalam peningkatan
kualitas.
d. Bagaimana indicator monitoring keterlibatan pegawai pada semua
tingkatan.
3.      Pendidikan dan Pelatihan
a. Bagaimana sistematika pengembangan program pelatihan dan pendidikan.
b. Bagaimana mengukur kaitan pelatihan dan pendidikan dengan pekerjaan
pegawai.
c. Seberapa jauh pengaruh hasil pelatihan berhubungan dengan area Pekerjaan pegawai.
d. Bagaimana mengukur pelatihan pegawai dengan kategori pekerjaan.
4.      Kinerja Pegawai dan Pengakuan
a. Seberapa jauh reward program mendukung tujuan peningkatan mutu.
b. Bagaimana intensitas organisasi meninjau ulang dan meningkatan reward program.
c. Bagaimana pengelolaan data dan bukti pengenalan setiap pegawai.
d. Bagaimana keberlanjutan peningkatan program untuk mencapai kepuasan pegawai.
5.      Kepuasan Pegawai
a. Seberapa jauh program pengembangan pelayanan kepada pegawai;
b. Bagaimana system penilaian & evaluasi kepuasan pegawai;
c. Bagaimana kelengkapan data dalam peningkatan dan pelayanan pegawai.
PENGERTIAN ETIKA MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Etika manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip etika tehadap hubungan dengan sumber daya manusia dan kegiataannya.
SEBAB PERILAKU TIDAK ETIS
Penyebab perilaku tidak etis meliputi tiga aspek yaitu: a.Karyawan memiliki kemampuan kognitif yang rendah. b.Adanya pengaruh orang lain, keluarga ataupun norma sosial . c.Adanya ethical dilema.
PERENCANAAN STRATEGI KONSEP ETIKA
Langkah-langkahnya sebagai perencanaan strategi konsep etika, yaitu:
Menentukan standar etika yang ingin ditanamkan.
Mengindentifikasi faktor-faktor etis kritikal yang dapat digunakan dalam mendorongnya konsep etika perusahaan.
Mengindentifikasi kemampuan, prosedur, kompetensi yang diperlukan.
Mengintegrasikan konsep etika dalam strategi bisnis yang dilakukan.
Mengembangkan langkah-langkah konkret yang dapat digunakan dalam
mengimplementasikan, mengawasi dan mengevaluasi konsep etika yang dijalankan.
Tujuan utama dalam konsep penanaman nilai-nilai etika ini bukan hanya untuk kedisiplinan, tetapi lebih pada usaha-usaha untuk meningkatkan kepedulian karyawan terhadap perkembangan nilai-nilai etika yang lebih berarti.
Konsep penanaman nilai-nilai etika lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas yang membantu karyawan dalam pembuatan keputusan, menyediakan nasihat-nasihat dan konsultasi etika, serta mendukung konsensus mengenai etika bisnis. Manajemen sumber daya manusia mempunyai peranan penting dalam menjaga keseimbangan antara penanaman nilai-nilai etika dan pemenuhan etika tersebut.
Cara Manajemen dalam Menyelesaikan Permasalahan-Permasalahan yang Terjadi
Cara yang dilakukan oleh manajemen untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam suatu perusahaan dengan cara menciptakan hubungan kerja yang sukses diantaranya:
-          Membentuk komite karyawan dan manajemen.
-          Membuat buku pegangan karyawan.
-          Sistem pengupahan yang profesional.
-          Menciptakan suasana kerja yang kondusif
-          Menampung keluhan, saran, kritik karyawan.

Sumber            :
https://anisamugni.wordpress.com/2013/12/01/peranan-dan-manfaat-etika-bisnis-di-bidang-pemasaran-keuangan-dan-teknologi-terhadap-era-globalisasi/


Model Etika dalam Bisnis, Sumber Nilai Etika dan Faktor - faktor yang Mempengaruhi Etika Manajerial

1.      Immoral Manajemen
            Manajer Immoral didorong oleh Sumber : Thomas W. Zimmerer, Norman M. Scarborough, Entrepreneurship and The New Ventura Formation 1996 hal. 21, alasan kepentingan dirinya sendiri demi keuntungan sendiri atau perusahaannya. Kekuatan yang menggerakkan manajemen Imoral adalah kerakusan/ ketamakan, yaitu berupa prestasi organisasi atau keberhasilan personal. Manajemen immoral merupakan kutub yang berlawanan dengan manajemen etika. Misalnya, pengusaha yang menggaji karyawannya dengan gaji dibawah upah fisik minimum atau perusahaan yang meniru produk-produk perusahaan lain, atau perusahaan percetakan yang memperbanyak cetakannya melebihi kesepakatan dengan pemegang hak cipta dan sebagainya.
            Immoral manajemen juga merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.

2.      Amoral Manajemen
            Tujuan utama dari manajemen amoral adalah juga profit, akan tetapi tindakannya berbeda dengan manajemen immoral. Ada satu cara kunci yang membedakannya, yaitu mereka tidak dengan sengaja melanggar hukum atau norma etika. Bahkan pada manajemen amoral adalah bebas kendali dalam mengambil keputusan, artinya mereka tidak mempertimbangkan etika dalam mengambil keputusan. Salah satu contoh dari manajemen amoral adalah penggunaan test lie detector bagi calon karyawan.
            Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. ). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak.

3.      Moral Manajemen
            Manajemen moral juga bertujuan untuk meraih keberhasilan, tetapi dengan menggunakan aspek legal dan prinsip-prinsip etika. Filosofi manajer moral selalu melihat hukum sebagai standar minimum untuk beretika dalam perilaku. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku.
Sumber nilai etika
a.     Agama
Banyak ajaran dan paham pada masing-masing agama. Dengan maksud pengertian Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dansifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.
b.     Filosofi
Pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang. Arti Filosofi  yaitu studi mengenai kebijaksanaan, dasar dasar pengetahuan, dan proses yang digunakan untuk mengembangkan dan merancang pandangan mengenai suatu kehidupan. Filosofi memberi pandangan dan menyatakan secara tidak langsung mengenai sistem kenyakinan dan kepercayaan.  Setiap filosofi individu akan dikembangkan dan akan mempengaruhi prilaku dan sikap individu tersebut. Seseorang akan mengembangkan filosofinya melalui belajar dari hubungan interpersona, pengalaman pendidikan formal dan informal, keagamaan, budaya dan lingkungannya.
c.     Budaya
Ciri khas utama yang paling menonjol yaitu kekuluargaan dan hubungan kekerabatan yang erat. Definisi budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adatistiadat, bahasa,  perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
d.     Hukum
Biasanya hukum dibuat setelah pelanggaran – pelanggaran terjadi dalam komunitas. Arti hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan mereka yang akan dipilih.
Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela."

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi etika manajerial mencakup :
1.     Leadership
Kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi memotivasi, dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan organisasi … (House et. Al., 1999 : 184). Menurut Handoko (2000 : 294) definisi atau pengertian kepemimpinan telah didefiinisikan dengan berbagai cara yang berbeda oleh berbagai orang yang berbeda pula. Menurut Stoner, kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
Ada tiga implikasi penting dari definisi tersebut, antara lain: Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain – bawahan atau pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpinan, para anggota kelompok membantu menentukan status/kedudukan pemimpin dan membuat proses kepemimpinan dapat berjalan. Tanpa bawahan, semua kualitas kepemimpinan seorang manajer akan menjadi tidak relevan. Kedua, kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang di antara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan-kegiatan pemimpin secara langsung, meskipun dapat juga melalui sejumlah cara secara tidak langsung. Ketiga, pemimpin mempergunakan pengaruh. Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan tetapi juga dapat memepengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya.
2.     Strategi dan Performasi
Pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.Fungsi yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan target yang ingin dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang jujur.
3.      Karakteristik individu
Merupakan suatu proses psikologi yang mempengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta menerima barang dan jasa serta pengalaman. Karakteristik individu merupakan faktor internal (interpersonal) yang menggerakan dan mempengaruhi perilaku individu”.
4.     Budaya Organisasi
Menurut Mangkunegara, (2005:113), budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.

Budaya organisasi juga berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerjayang lebih bersifat evaluatif.

Prinsip etika dalam bisnis serta etika dan lingkungan

A. Prinsip Etika Bisnis
Pada dasarnya, setiap pelaksanaan bisnis seyogyanya harus menyelaraskan proses bisnis tersebut dengan etika bisnis yang telah disepakati secara umum dalam lingkungan tersebut. Sebenarnya terdapat beberapa prinsip etika bisnis yang dapat dijadikan pedoman bagi setiap bentuk usaha.
Sonny Keraf (1998) menjelaskan bahwa prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut :
Prinsip Otonomi ; yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
Prinsip Kejujuran ; terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
Prinsip Keadilan ; menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai criteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
Prinsip Saling Menguntungkan (Mutual Benefit Principle) ; menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
Prinsip Integritas Moral ; terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun perusahaannya.

B. Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Tujuan dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang. Untuk melakukan itu, penting bahwa semua karyawan dipapan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan. Perilaku karyawan, bagaimanpun dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal diluar bisnis. Pemilik usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat sinyal masalah.

a.       Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan.
b.      Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin tu. Disisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka. Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian.
c.       Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
d.      Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu
Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.

Saling Ketergantungan antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.

Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan  itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah :
a.       Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
-          Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
-          Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya,
-          Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis.
b.      Hubungan dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
c.       Hubungan antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun distributor.
d.      Hubungan dengan Investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.
e.       Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial.

Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Etika bisnis dalam suatu perusahaan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu bisnis yang kokoh dan kuat dan mempunyai daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai yang tinggi. Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Tolak ukur dalam etika bisnis adalah standar moral. Seorang pengusaha yang beretika selalu mempertimbangkan standar moral dalam mengambil keputusan, apakah keputusan ini dinilai baik atau buruk oleh masyarakat, apakah keputusan ini berdampak baik atau buruk bagi orang lain, atau apakah keputusan ini melanggar hukum.
Dalam menciptakan etika bisnis perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain  pengendalian diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, mampu menyatakan hal yang benar, Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah, Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama dan lain sebagainya.

Sumber            :
https://noviyuliyawati.wordpress.com/2013/10/23/perilaku-etika-dalam-bisnis/


Definisi etika dan bisnis sebagai sebuah profesi

A. PENGERTIAN ETIKA

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno “ethos” (jamak: ta etha), yang berarti adat kebiasaan, cara berkipikir, akhlak, sikap, watak, cara bertindak. Kemudian diturunkan kata ethics (Inggris), etika (indonesia). Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988, menjelaskan pengertian etika dengan membedakan tiga arti, yakni: Ilmu tentang apa yang baik dan buruk, kumpulan azas atau nilai, dan nilai mengenai benar dan salah.
ethics-large1
Definisi Etika Menurut Para Ahli
·         Pengertian Etika Menurut K. Bertens: Etika adalah nilai-nila dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
·         Pengertian Etika Menurut W. J. S. Poerwadarminto: Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
·         Pengertian Etika Menurut Prof. DR. Franz Magnis Suseno: Etika adalah ilmu yang mencari orientasi atau ilmu yang memberikan arah dan pijakan pada tindakan manusia.
·         Pengertian Etika Menurut Ramali dan Pamuncak: Etika adalah pengetahuan tentang prilaku yang benar dalam satu profesi.
·         Pengertian Etika Menurut H. A. Mustafa: Etika adalah ilmu yang menyelidiki, mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.

B. Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa ialah pengetahuan tentang cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal serta implementasi norma dan moralitas untuk menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis.
Perkembangan Etika tersebut sudah melewati beberapa fase, yaitu :
A. Etika Teologis
Pada perkembangan generasi pengertian pertama, semua sistem etika berasal dari sistem ajaran agama.Semua agama mempunyai ajaran-ajarannya sendiri-sendiri tentang nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang baik dan buruk sebagai pegangan hidup bagi para penganutnya.Karena itu, ajaran etika menyangkut pesan-pesan utama misi keagamaan semua agama, dan semua tokoh agama atau ulama, pendeta, rahib, monk, dan semua pemimpin agama akrab dengan ajaran etika itu.Semua rumah ibadah diisi dengan khutbah-khutbah tentang ajaran moral dan etika keagamaan masing-masing.
Bagi agama-agama yang mempunyai kitab suci, maka materi utama kitab-kitab suci itu juga adalah soal-soal yang berkaitan dengan etika.Karena itu, perbincangan mengenai etika seringkali memang tidak dapat dilepas dari ajaran-ajaran agama. Bahkan dalam Islam dikatakan oleh nabi Muhammad saw bahwa “Tidaklah aku diutus menjadi Rasul kecuali untuk tujuan memperbaiki akhlaq manusia”. Inilah misi utama kenabian Muhammad saw.
B. Etika Ontologis
Dalam perkembangan kedua, sistem etika itu lama kelamaan juga dijadikan oleh para filosof dan agamawan sebagai objek kajian ilmiah. Karena filsafat manusia sangat berkembang pembahasannya mengenai soal-soal etika dan perilaku manusia ini.Karena itu, pada tingkat perkembangan pengertian yang kedua, etika itu dapat dikatakan dilihat sebagai objek kajian ilmiah, objek kajian filsafat.Inilah yang saya namakan sebagai tahap perkembangan yang bersifat ontologis. Etika yang semula hanya dilihat sebagai doktrin-doktrin ajaran agama, dikembangkan menjadi ‘ethics’ dalam pengertian sebagai ilmu yang mempelajari sistem ajaran moral.

C.Etika Positivist
Dalam perkembangan selanjutnya, setidaknya dimulai pada permulaan abad ke 20, orang mulai berpikir bahwa sistem etika itu tidak cukup hanya dikaji dan dikhutbahkan secara abstrak dan bersifat umum, tetapi diidealkan agar ditulis secara konkrit dan bersifat operasional. Kesadaran mengenai pentingnya penulisan dalam suatu bentuk kodifikasi ini dapat dibandingkan dengan perkembangan sejarah yang pernah dialami oleh sistem hukum pada abad ke-10 di zaman khalifah Harun Al-Rasyid atau dengan muncul pandangan filsafat Posivisme Auguste Comte pada abad ke 18 yang turut mempengaruhi pengertian modern tentang hukum positif.
Dalam perkembangan generasi ketiga ini, mulai diidealkan terbentuknya sistem kode etika di pelbagai bidang organisasi profesi dan organisasi-organisasi publik. Bahkan sejak lama sudah banyak di antara organisasi-organisasi kemasyarakatan ataupun organisasi-organisasi profesi di Indonesia sendiri, seperti Ikatan Dokter Indonesia, dan lain-lain yang sudah sejak dulu mempunyai naskah Kode Etik Profesi. Dewasa ini, semua partai politik juga mempunyai kode etik kepengurusan dan keanggotaan.Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kode etika PNS.Inilah taraf perkembangan positivist tentang sistem etika dalam kehidupan publik.Namun, hampir semua kode etik yang dikenal dewasa ini, hanya bersifat proforma.Adanya dan tiadanya tidak ada bedanya.Karena itu, sekarang tiba saatnya berkembang kesadaran baru bahwa kode etika-kode etika yang sudah ada itu harus dijalankan dan ditegakkan sebagaimana mestinya.

D.Etika Fungsional Tertutup
Tahap perkembangan generasi pengertian etika yang terakhir itulah yang saya namakan sebagai tahap fungsional, yaitu bahwa infra-struktur kode etika itu disadari harus difungsikan dan ditegakkan dengan sebaik-baiknya dalam praktik kehidupan bersama. Untuk itu, diperlukan infra-struktur yang mencakup instrumen aturan kode etik dan perangkat kelembagaan penegaknya, sehingga sistem etika itu dapat diharapkan benar-benar bersifat fungsional. Dimana-mana di seluruh dunia, mulai muncul kesadaran yang luas untuk membangun infra struktur etik ini di lingkungan jabatan-jabatan publik. Bahkan pada tahun 1996, Sidang Umum PBB merekomendasikan agar semua negara anggota membangun apa yang dinamakan “ethics infra-structure in public offices” yang mencakup pengertian kode etik dan lembaga penegak kode etik.
Itu juga sebabnya maka di Eropa, di Amerika, dan negara-negara lain di seluruh penjuru dunia mengembangkan sistem kode etik dan komisi penegak kode etik itu. Tidak terkecuali kita di Indonesia juga mengadopsi ide itu dengan membentuk Komisi Yudisial yang dirumuskan dalam Pasal 24B UUD 1945 dalam rangka Perubahan Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001. Bersamaan dengan itu, kita juga membentuk Badan Kehormatan DPR, dan Badan Kehormatan DPD, dan lain-lain untuk maksud membangun sistem etika bernegara. Pada tahun 2001, MPR-RI juga mengesahkan Ketetapan MPR No. VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

E.Etika Fungsional Terbuka
Namun demikian, menurut Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu 2012-2017 ini, semua infra-struktur kode etik dan sistem kelembagaan penegakan etika tersebut di atas dapat dikatakan sama sekali belum dikonstruksikan sebagai suatu sistem peradilan etika yang bersifat independen dan terbuka sebagaimana layaknya sistem peradilan modern. Persoalan etika untuk sebagian masih dipandang sebagai masalah private yang tidak semestinya diperiksa secara terbuka. Karena itu, semua lembaga atau majelis penegak kode etika selalu bekerja secara tertutup dan dianggap sebagai mekanisme kerja yang bersifat internal di tiap-tiap organisasi atau lingkungan jabatan-jabatan publik yang terkait. Keseluruhan proses penegakan etika itu selama ini memang tidak dan belum didesain sebagai suatu proses peradilan yang bersifat independen dan terbuka.
Etika dalam dunia bisnis diperlukan untuk menjaga hubungan baik dan fairness dalam dunia bisnis. Etika bisnis mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri, pertama kali timbul di amerika srikat pada tahun 1970-an. Untuk memahami perkembangan etika bisnis De George membedakannya kepada lima periode.



Bisnis Sebagai Profesi yang Luhur
Pada dewasa ini bisnis sudah dianggap sebagai suatu profesi. Bahkan bisnis seakan-akan menjadi sebutan profesi, tetapi sekaligus juga menyebabkan pengertian profesi menjadi suatu bahasa yang merancu atau kehilangan pengertian dasarnya. Itu terutama karena bisnis modern mensyaratkan dan menuntut para pelaku  bisnis untuk menjadi orang yang profesional.
Pada persaingan di dunia bisnis yang ketat saat ini, menuntut dan menyadarkan para pelaku bisnis untuk menjadi orang yang profesional. Sehingga profesionalisme menjadi suatu keharusan dalam melakukan bisnis. Hanya saja sering kali sikap profesional dan profesionalisme yang dimaksudkan dalam dunia bisnis hanya terbatas pada kemampuan teknis menyangkut keahlian dan keterampilan yang terkait dengan bisnis : Manajemen, produksi, pemasaran, keuangan, personalia dan seterusnya. Hal ini terutama dikaitkan dengan prinsip efisiensi demi mendatangkan keuntungan yang maksimal.
Yang sering diabaikan dan dilupakan banyak mendapat perhatian adalah profesionalisme dan sikap profesional juga mengandung pengertian komitmen pribadi dan moral pada profesi tersebut dan pada kepentingan pihak-pihak yang saling terkait. Orang yang profesional selalu berarti orang yang memiliki komitmen pribadi yang tinggi, yang serius menjalankan pekerjaannya, yang bertanggung jawab atas pekerjaannya agar tidak sampai merugikan pihak lainnya. Orang  yang profesional adalah orang yang menjalankan pekerjaannya secara tuntas dengan hasil dan mutu yang sangat baik karena komitmen dan tanggung jawab moral pribadinya.
Itu sebabnya mengapa bisnis hampir tidak pernah atau belum dianggap sebagai suatu profesi yang luhur. Bahkan sebaliknya seakan ada jurang yang memisahkan dunia bisnis dengan etika. Tentu saja ini terutama disebabkan oleh suatu pekerjaan kotor, tipu menipu, penuh kecurangan dan etika buruk. Bahkan tidak hanya masyarakat, melainkan sering orang bisnis menganggap dirinya bahwa memang pekerjaannya adalah tipu menipu, curang, membohongi orang lain dan sebagainya. Sehingga tidak heran bisnis mendapat predikat jelek, sebagai kerjanya orang-orang kotor.
Kesan dan sikap masyarakat tentang bisnis serta bisnis sendiri, seperti itu disebabkan oleh ulah orang-orang atau lebih tepatnya beberapa orang bisnis yang memperlihatkan citra yang begitu negatif di masyarakat. Beberapa orang bisnis yang hanya ingin mengejar keuntungan dengan menawarkan barang dan jasa dengan mutu rendah, yang tidak memperdulikan pelayanan terhadap konsumennya bahkan tidak menghiraukan keluhan konsumennya yang tidak sesuai dengan iklan ataupun janji terhadap barang atau jasa yang ditawarkannya. Sehingga hal ini membuat citra negative bagi bisnis tersebut.
Berdasarkan pengertian profesi  yang menekankan keahlian dan keterampilan yang tinggi serta komitmen moral yang mendalam, maka jelas kiranya bahwa pekerjaan yang kotor tidak akan disebut sebagai profesi. Oleh karenanya bisnis itu bukanlah merupakan profesi, jika bisnis dianggap sebagai sebagai pekerjaan kotor, kendati istilah profesi, profesional, dan profesionalisme sering diucapkan dalam kaitan kegiatan bisnis. Namun di pihak lain tidak dapat disangkal bahwa ada hanya pembisnis dan juga perusahaan yang sangat menghayati pekerjaan dan kegiatan bisnisnya sebagai sebuah profesi dalam pengertiannya sebagaimana kita ketahui bersama. Mereka tidak hanya memiliki keahlian dan keterampilan yang tinggi tetapi punya komitmen moral yang mendalam. Oleh karena itu bukan tidak mungkin bahwa bisnis pun dapat menjadi sebuah  profesi dalam pengertiannya yang sebenar-benarnya, bahkan menjadi sebuah profesi yang luhur.
Untuk melihat tepat tidaknya kata  profesi dipakai juga untuk dunia bisnis dan untuk melihat apakah bisnis dapat menjadi profesi yang luhur, mari kita tinjau dua pandangan dan penghayatan yang berbeda mengenai pekerjaan dan kegiatan bisnis yang dianut oleh para pelaku bisnis.

Sumber            :

http://cindykhawa.blogspot.co.id/2014/12/perkembangan-etika-bisnis-dan-profesi.html