Minggu, 29 Maret 2015

FAKTA SEBAGAI UNSUR PENALARAN ILMIAH

Penalaran (reasioning) adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta atau petunjuk menuju suatu kesimpulan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses berpikir yang sistematik dalan logis untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Bahan pengambilan kesimpulan itu dapat berupa fakta, informasi, pengalaman, atau pendapat para ahli (otoritas). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fakta memiliki definisi sebagai hal (keadaan atau peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. Selain itu, fakta juga merupakan pengamatan yang telah diverifikasi secara empiris (sesuai dengan bukti atau konsekuensi yang teramati oleh indera).
Fakta bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa sistem serta dilakukan secara sekuensial maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori dan fakta secara empiris dapat melahirkan sebuah teori baru.
Secara umum, ada dua jenis penalaran atau pengambilan kesimpulan, yakni penalaran induktif dan deduktif;

1. Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang khusus menuju sesuatu yang umum.
Penalaran Induktif dapat dilakukan dengan tiga cara:
A). Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah gejala atau peristiwa yang serupa untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala atau peristiwa itu.
Beberapa contoh penalaran induktif dengan cara generalisasi adalah sebagai berikut:
1) Berdasarkan pengalaman, seorang ibu dapat membedakan atau menyimpulkan arti tangisan bayinya, sebagai ungkapan rasa lapar atau haus, sakit atau tidak nyaman.
2) Berdasarkan pengamatannya, seorang ilmuwan menemukan bahwa kambing, sapi, onta, kerbau, kucing, harimau, gajah, rusa, kera adalah binatang menyusui. Hewan-hewan itu menghasilkan turunannya melalui kelahiran. Dari temuannya itu, ia membuat generalisasi bahwa semua binatang menyusui mereproduksi turunannya melalui kelahiran.

2. Penalaran Deduktif
Penalaran deduksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, teori atau keyakinan) menuju hal-hal khusus. Berdasarkan sesuatu yang umum itu, ditariklah kesimpulan tentang hal-hal khusus yang merupakan bagian dari kasus atau peristiwa khusus itu.
Contoh :
1.      Semua makhluk hidup akan mati
2.      Manusia adalah makhluk hidup. Karena itu, semua manusi akan mati.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa proses penalaran itu berlangsung dalam tiga tahap.
Pertama, generalisasi sebagai pangkal bertolak (pernyataan pertama merupakan generalisasi yang bersumber dari keyakina atau pengetahuan yang sudah diketahui dan diakui kebenarannya.
Kedua, penerapan atau perincian generalisasi melalui kasus atau kejadian tertentu.
Ketiga, kesimpulan deduktif yang berlaku bagi kasus atau peristiwa khusus itu.
Penalaran deduktif dapat dilakukan dengan dua cara:
A). Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi yang ketiga. Proposisi merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung didalamnya.
Dari pengertian di atas, silogisme terdiri atas tiga bagian yakni: premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Yang dimaksud dengan premis adalah proposisi yang menjadi dasar bagi argumentasi. Premis mayor mengandung term mayor dari silogisme, merupakan geeralisasi atau proposisis yang dianggap bear bagi semua unsur atau anggota kelas tertentu. Premis minor mengandung term minor atau tengah dari silogisme, berisi proposisi yang mengidentifikasi atau menuntuk sebuah kasus atau peristiwa khusus sebagai anggota dari kelas itu. Kesimpulan adalah proposisi yang menyatakan bahwa apa yang berlaku bagi seluruh kelas, akan berlaku pula bagi anggota-anggotanya.
Contoh:
Premis mayor : Semua Tentara adalah Pahlawan
Premis minor : Jend.Ahmad Yani adalah Tentara
Kesimpulan : Jadi, Jend. Ahmad Yani adalah Pahlawan.

Fakta dan Proporsi
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat kita simpulkan bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta dan bukti-bukti untuk menarik kesimpulan. Sehingga dapat diketahui bahwa unsur dasar penalaran adalah fakta. Suatu pemikiran bisa disebut ilmiah apabila terdapat fakta di dalamnya.
Fakta sebagai unsur dasar penalaran memiliki jumlah yang tidak terbatas. Karena itu, untuk memudahkan pemahaman perlu dibuat klasifikasi fakta. Dalam membuat klasifikasi fakta diperlukan pengetahuan mengenai fakta yang berhubungan karena klasifikasi berarti mengelompokkan fakta-fakta ke dalam suatu hubungan yang logis berdasarkan suatu sistem.
Selain fakta, proposisi juga merupakan unsur yang penting dalam penalaran. Proposisi adalah ungkapan yang dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar-tidaknya. Dengan kata lain proposisi adalah pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau ditolak karena kesalahannya. Contohnya sebagai berikut:
Bola itu bentuknya bulat.
Ibu kota Jawa Tengah adalah Bandung
Kalimat pertama merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya. Sedangkan, kalimat kedua merupakan pernyataan yang dapat ditolak karena kesalahannya.
Unsur Penalaran
Menurut Widjono, (2007 : 210), unsur penalaran penulisan ilmiah adalah sebagai berikut:
1)  Topik yaitu ide sentral dalam bidang kajian tertentu yang spesifik dan berisi sekurang-kurangnya dua variabel.
2)   Dasar pemikiran, pendapat, atau fakta dirumuskan dalam bentuk proposisi yaitu kalimat pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau kesalahannya.
3)     Proposisi mempunyai beberapa jenis, antara lain:
(a)   Proposisi empirik yaitu proposisi berdasarkan fakta.
(b) Proposisi mutlak yaitu pembenaran yang tidak memerlukan pengujian untuk menyatakan benar atau salahnya.
(c)   Proposisi hipotetik  yaitu persyaratan huungan subjek dan predikat yang harus dipenuhi.
(d) Proposisi kategoris yaitu tidak adanya persyaratan hubungan subjek dan predikat.
(e)   Proposisi positif universal yiatu pernyataan positif yang mempunyai kebenaran mutlak.
(f)  Proposisi positif parsial yaitu pernyataan bahwa sebagian unsur pernyataan tersebut bersifat positif.
(g)   Proposisi negatif universal, kebalikan dari proposisi positif universal.
(h)   Proposisi negatif parsial, kebalikan dari proposisi negatif parsial.
4)     Proses berpikir ilmiah yaitu kegiatan yang dilakukan secara sadar, teliti, dan terarah menuju suatu kesimpulan.
5) Logika yaitu metode pengujian ketepatan penalaran, penggunaan argumen (alasan), argumentasi (pembuktian), fenomena, dan justifikasi (pembenaran).
6)     Sistematika yaitu seperangkat proses atau bagian-bagian atau unsur-unsur proses berpikir ke dalam suatu kesatuan.
7)     Permasalahan yaitu pertanyaan yang harus dijawab (dibahas) dalam karangan.
8)     Variabel yaitu unsur satuan pikiran dalam sebuah topik yang akan dianalisis.
9) Analisis (pembahasan, penguraian) dilakukan dengan mengidentifikasi, mengklasifikasi, mencari hubungan (korelasi), membandingkan, dan lain-lain.
10)  Pembuktian (argumentasi) yaitu proses pembenaran bahwa proposisi itu terbukti kebenarannya atau kesalahannya. Pembuktian ini harus disertai dukungan yang berupa: metode analisis baik yang bersifat manual maupun yang berupa software. Selain itu, pembuktian didukung pula dengan data yang mencukupi, fakta, contoh, dan hasil analisis yang akurat.
11)  Hasil yaitu akibat yang ditimbulkan dari sebuah analisis induktif atau deduktif.
12) Kesimpulan (simpulan) yaitu penafsiran atas hasil pembahasan, dapat berupa implikasi atau inferensi.
 Jenis Penalaran
Minto Rahayu, (2007 : 41), penalaran dapat dibedakan dengan cara induktif dan deduktif.
1)     Penalaran induktif
Ialah proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena atau gejala individual untuk menurunken suatu kesimpulan (inferesi) yang berlaku umum.
Proses induksi dapat dibedakan menjadi:
(a) Generalisasi  ialah proses berpikir berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan umum mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa.
(b)  Analogi ialah suatu proses berpikir untuk menarik kesimpulan atau inferensi tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan beberapa gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri esensial penting yang bersamaan.
(c)   Sebab akibat, prinsip umum hubungan sebab akibat menyatakan bahwa semua peristiwa harus ada penyebabnya.

2)     Penalaran deduktif
Ialah proses berpikir yang bertolak dari prinsip, hukum, putusan yang berlaku umum tentang suatu hal atau gejala atas prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus, yang merupakan bagian dari hal atau gejala diatas.
EVIDENSI 
Evidensi adalah semua fakta yang ada, yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya sesuatu. Evidensi merupakan hasil pengukuan dan pengamatan fisik yang digunakan untuk memahami suatu fenomena. Evidensi sering juga disebut bukti empiris. Akan tetapi pengertian evidensi ini sulit untuk ditentukan secara pasti, meskipun petunjuk kepadanya tidak dapat dihindarkan.
Kita mungkin mengartikannya sebagai “cara bagaimana kenyataan hadir” atau perwujudan dari ada bagi akal”. Misal Mr.A mengatakan “Dengan pasti ada 301.614 ikan di bengawan solo”, apa komentar kita ? Tentu saja kita tidak hanya mengangguk dan mengatakan “fakta yang menarik”. Kita akan mengernyitkan dahi terhadap keberanian orang itu untuk berkata demikian.
Tentu saja reaksi kita tidak dapat dilukiskan sebagai “kepastian”, Tentu saja kemungkinan untuk benar tidak dapat di kesampingkan, bahwa dugaan ngawur atau ngasal telah menyatakan jumlah yang persis. Tetapi tidak terlalu sulit bagi kita untuk menangguhkan persetujuan kita mengapa ? Karena evidensi memadai untuk menjamin persetujuan jelaslah tidak ada. Kenyataannya tidak ada dalam persetujuan terhadap pernyataan tersebut.
Sebaliknya, kalau seorang mengatakan mengenai ruang di mana saya duduk, “Ada tiga jendela di dalam ruang ini,” persetujuan atau ketidak setujuan saya segera jelas. Dalam hal ini evidensi yang menjamin persetujuan saya dengan mudah didapatkan.
Dalam wujud yang paling rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber tertentu.
INFERENSI & IMPLIKASI
Interferensi
Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik) (Suwito,1985:55).
Interferensi, menurut Nababan (1984), merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua. Senada dengan itu, Chaer dan Agustina (1995: 168) mengemukakan bahwa interferensi adalah peristiwa penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau lebih.
Interferensi dalam bentuk kalimat
Interferensi dalam bidang ini jarang terjadi. Hal ini memang perlu dihindari karena pola struktur merupakan ciri utama kemandirian sesuatu bahasa. Misalnya, Rumahnya ayahnya Ali yang besar sendiri di kampung itu, atau Makanan itu telah dimakan oleh saya, atau Hal itu saya telah katakan kepadamu kemarin. Bentuk tersebut merupakan bentuk interferensi karena sebenarnya ada padanan bentuk tersebut yang dianggap lebih gramatikal yaitu: Rumah ayah Ali yang besar di kampung ini, Makanan itu telah saya makan, dan Hal itu telah saya katakan kepadamu kemarin.Terjadinya penyimpangan tersebut disebabkan karena ada padanan konteks dari bahasa donor, misalnya: Omahe bapake Ali sing gedhe dhewe ing kampung iku, dan seterusnya
Interferensi Semantik
Berdasarkan bahasa resipien (penyerap) interferensi semantis dapat dibedakan menjadi, Jika interferensi terjadi karena bahasa resipien menyerap konsep kultural beserta namanya dari bahasa lain, yang disebut sebagai perluasan (ekspansif). Contohnya kata demokrasi, politik, revolusi yang berasal dari bahasa Yunani-Latin.
Yang perlu mendapat perhatian, interferensi harus dibedakan dengan alih kode dan campur kode. Alih kode menurut Chaer dan Agustina (1995:158) adalah peristiwa penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh seorang penutur karena adanya sebab-sebab tertentu, dan dilakukan dengan sengaja. Sementara itu, campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling  memasukkan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten. Interferensi merupakan topik dalam sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat pemakaian dua bahasa atau lebih secara bergantian oleh seorang dwibahasawan, yaitu penutur yang mengenal lebih dari satu  bahasa. Penyebab  terjadinya interferensi adalah kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga dipengaruhi oleh bahasa lain (Chaer,1995:158). Biasanya interferensi terjadi dalam penggunaan bahasa kedua, dan yang menginterferensi adalah bahasa pertama atau bahasa ibu
Pengertian Implikasi
Perhatikan pernyataan berikut ini: “Jika matahari bersinar maka udara terasa hangat”, jadi, bila kita tahu bahwa matahari bersinar, kita juga tahu bahwa udara terasa hangat. Karena itu akan sama artinya jika kalimat di atas kita tulis sebagai:
“Bila matahari bersinar, udara terasa hangat”.
”Sepanjang waktu matahari bersinar, udara terasa hangat”.
“Matahari bersinar  berimplikasi udara terasa hangat”.
“Matahari bersinar hanya jika udara terasa hangat”.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka untuk menunjukkan bahwa udara tersebut hangat adalah cukup dengan menunjukkan bahwa matahari bersinar atau matahari bersinar merupakan syarat cukup untuk udara terasa hangat.
Sedangkan untuk menunjukkan bahwa matahari bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara menjadi hangat atau udara terasa hangat merupakan syarat perlu bagi matahari bersinar. Karena udara dapat menjadi hangat hanya bila matahari bersinar.
Cara menguji data, fakta dan autoritas
Cara menguji data
Data dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa cara yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut.
1.      Observasi
2.      Kesaksian
3.      Autoritas
Cara menguji fakta
Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
1.      Konsistensi
2.      Koherensi
Cara menguji autoritas
Seorang penulis yang objektif selalu menghidari semua desas-desus atau kesaksian dari tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data eksperimental.
1.      Tidak mengandung prasangka
2.      Pengalaman dan pendidikan autoritas
3.      Kemashuran dan prestise
4.      Koherensi dengan kemajuan

Sumber:
·         http://donyvanborres.blogspot.com/2015/03/fakta-sebagai-unsur-dalam-penalaran.html