Penalaran (reasioning) adalah
suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta atau petunjuk
menuju suatu kesimpulan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses berpikir
yang sistematik dalan logis untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Bahan
pengambilan kesimpulan itu dapat berupa fakta, informasi, pengalaman, atau
pendapat para ahli (otoritas). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fakta
memiliki definisi sebagai hal (keadaan atau peristiwa) yang merupakan
kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. Selain itu, fakta juga
merupakan pengamatan yang telah diverifikasi secara empiris (sesuai dengan
bukti atau konsekuensi yang teramati oleh indera).
Fakta bila dikumpulkan secara
sistematis dengan beberapa sistem serta dilakukan secara sekuensial maka fakta
tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan
memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori dan fakta secara empiris dapat
melahirkan sebuah teori baru.
Secara umum, ada dua jenis
penalaran atau pengambilan kesimpulan, yakni penalaran induktif dan deduktif;
1. Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah suatu
proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang khusus menuju sesuatu yang
umum.
Penalaran Induktif dapat
dilakukan dengan tiga cara:
A). Generalisasi
Generalisasi adalah proses
penalaran yang bertolak dari sejumlah gejala atau peristiwa yang serupa untuk
menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala atau peristiwa itu.
Beberapa contoh penalaran
induktif dengan cara generalisasi adalah sebagai berikut:
1) Berdasarkan pengalaman,
seorang ibu dapat membedakan atau menyimpulkan arti tangisan bayinya, sebagai
ungkapan rasa lapar atau haus, sakit atau tidak nyaman.
2) Berdasarkan pengamatannya,
seorang ilmuwan menemukan bahwa kambing, sapi, onta, kerbau, kucing, harimau,
gajah, rusa, kera adalah binatang menyusui. Hewan-hewan itu menghasilkan
turunannya melalui kelahiran. Dari temuannya itu, ia membuat generalisasi bahwa
semua binatang menyusui mereproduksi turunannya melalui kelahiran.
2. Penalaran Deduktif
Penalaran deduksi adalah suatu
proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, teori
atau keyakinan) menuju hal-hal khusus. Berdasarkan sesuatu yang umum itu,
ditariklah kesimpulan tentang hal-hal khusus yang merupakan bagian dari kasus
atau peristiwa khusus itu.
Contoh :
1. Semua makhluk hidup akan mati
2. Manusia adalah makhluk hidup. Karena
itu, semua manusi akan mati.
Dari contoh tersebut dapat
diketahui bahwa proses penalaran itu berlangsung dalam tiga tahap.
Pertama, generalisasi sebagai
pangkal bertolak (pernyataan pertama merupakan generalisasi yang bersumber dari
keyakina atau pengetahuan yang sudah diketahui dan diakui kebenarannya.
Kedua, penerapan atau perincian
generalisasi melalui kasus atau kejadian tertentu.
Ketiga, kesimpulan deduktif
yang berlaku bagi kasus atau peristiwa khusus itu.
Penalaran deduktif dapat
dilakukan dengan dua cara:
A). Silogisme
Silogisme adalah suatu proses
penalaran yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk
menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi yang ketiga. Proposisi
merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak
karena kesalahan yang terkandung didalamnya.
Dari pengertian di atas,
silogisme terdiri atas tiga bagian yakni: premis mayor, premis minor, dan
kesimpulan. Yang dimaksud dengan premis adalah proposisi yang menjadi dasar
bagi argumentasi. Premis mayor mengandung term mayor dari silogisme, merupakan
geeralisasi atau proposisis yang dianggap bear bagi semua unsur atau anggota
kelas tertentu. Premis minor mengandung term minor atau tengah dari silogisme,
berisi proposisi yang mengidentifikasi atau menuntuk sebuah kasus atau
peristiwa khusus sebagai anggota dari kelas itu. Kesimpulan adalah proposisi
yang menyatakan bahwa apa yang berlaku bagi seluruh kelas, akan berlaku pula
bagi anggota-anggotanya.
Contoh:
Premis mayor : Semua Tentara
adalah Pahlawan
Premis minor : Jend.Ahmad Yani
adalah Tentara
Kesimpulan : Jadi, Jend. Ahmad
Yani adalah Pahlawan.
Fakta dan Proporsi
Dari beberapa pengertian di
atas maka dapat kita simpulkan bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir
yang berusaha menghubungkan fakta-fakta dan bukti-bukti untuk menarik
kesimpulan. Sehingga dapat diketahui bahwa unsur dasar penalaran adalah fakta.
Suatu pemikiran bisa disebut ilmiah apabila terdapat fakta di dalamnya.
Fakta sebagai unsur dasar
penalaran memiliki jumlah yang tidak terbatas. Karena itu, untuk memudahkan
pemahaman perlu dibuat klasifikasi fakta. Dalam membuat klasifikasi fakta
diperlukan pengetahuan mengenai fakta yang berhubungan karena klasifikasi berarti
mengelompokkan fakta-fakta ke dalam suatu hubungan yang logis berdasarkan suatu
sistem.
Selain fakta, proposisi
juga merupakan unsur yang penting dalam penalaran. Proposisi adalah ungkapan
yang dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar-tidaknya.
Dengan kata lain proposisi adalah pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya
atau ditolak karena kesalahannya. Contohnya sebagai berikut:
Bola itu bentuknya bulat.
Ibu kota Jawa Tengah adalah
Bandung
Kalimat pertama merupakan
pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya. Sedangkan, kalimat kedua
merupakan pernyataan yang dapat ditolak karena kesalahannya.
Unsur Penalaran
Menurut Widjono, (2007 :
210), unsur penalaran penulisan ilmiah adalah sebagai berikut:
1) Topik yaitu ide sentral dalam
bidang kajian tertentu yang spesifik dan berisi sekurang-kurangnya dua
variabel.
2) Dasar pemikiran, pendapat, atau fakta dirumuskan
dalam bentuk proposisi yaitu kalimat pernyataan yang dapat dibuktikan
kebenarannya atau kesalahannya.
3) Proposisi
mempunyai beberapa jenis, antara lain:
(a) Proposisi empirik yaitu proposisi berdasarkan
fakta.
(b) Proposisi mutlak yaitu pembenaran yang tidak
memerlukan pengujian untuk menyatakan benar atau salahnya.
(c) Proposisi hipotetik yaitu
persyaratan huungan subjek dan predikat yang harus dipenuhi.
(d) Proposisi kategoris yaitu
tidak adanya persyaratan hubungan subjek dan predikat.
(e) Proposisi positif universal yiatu
pernyataan positif yang mempunyai kebenaran mutlak.
(f) Proposisi positif parsial yaitu
pernyataan bahwa sebagian unsur pernyataan tersebut bersifat positif.
(g) Proposisi negatif universal, kebalikan
dari proposisi positif universal.
(h) Proposisi negatif parsial, kebalikan
dari proposisi negatif parsial.
4) Proses berpikir ilmiah yaitu kegiatan yang
dilakukan secara sadar, teliti, dan terarah menuju suatu kesimpulan.
5) Logika yaitu metode pengujian
ketepatan penalaran, penggunaan argumen (alasan), argumentasi (pembuktian),
fenomena, dan justifikasi (pembenaran).
6) Sistematika yaitu seperangkat proses
atau bagian-bagian atau unsur-unsur proses berpikir ke dalam suatu kesatuan.
7) Permasalahan yaitu pertanyaan yang harus
dijawab (dibahas) dalam karangan.
8) Variabel yaitu unsur satuan
pikiran dalam sebuah topik yang akan dianalisis.
9) Analisis (pembahasan, penguraian)
dilakukan dengan mengidentifikasi, mengklasifikasi, mencari hubungan
(korelasi), membandingkan, dan lain-lain.
10) Pembuktian (argumentasi) yaitu proses
pembenaran bahwa proposisi itu terbukti kebenarannya atau kesalahannya.
Pembuktian ini harus disertai dukungan yang berupa: metode analisis baik yang
bersifat manual maupun yang berupa software.
Selain itu, pembuktian didukung pula dengan data yang mencukupi, fakta, contoh,
dan hasil analisis yang akurat.
11) Hasil yaitu akibat yang
ditimbulkan dari sebuah analisis induktif atau deduktif.
12) Kesimpulan (simpulan) yaitu
penafsiran atas hasil pembahasan, dapat berupa implikasi atau inferensi.
Jenis Penalaran
Minto Rahayu, (2007 : 41),
penalaran dapat dibedakan dengan cara induktif dan deduktif.
1) Penalaran induktif
Ialah proses berpikir yang
bertolak dari satu atau sejumlah fenomena atau gejala individual untuk
menurunken suatu kesimpulan (inferesi) yang berlaku umum.
Proses induksi dapat
dibedakan menjadi:
(a) Generalisasi ialah proses
berpikir berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat
tertentu untuk menarik kesimpulan umum mengenai semua atau sebagian dari gejala
serupa.
(b) Analogi ialah suatu proses
berpikir untuk menarik kesimpulan atau inferensi tentang kebenaran suatu gejala
khusus berdasarkan beberapa gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat atau
ciri-ciri esensial penting yang bersamaan.
(c) Sebab akibat, prinsip umum hubungan
sebab akibat menyatakan bahwa semua peristiwa harus ada penyebabnya.
2) Penalaran deduktif
Ialah proses berpikir yang
bertolak dari prinsip, hukum, putusan yang berlaku umum tentang suatu hal atau
gejala atas prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang
khusus, yang merupakan bagian dari hal atau gejala diatas.
EVIDENSI
Evidensi adalah semua fakta
yang ada, yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya sesuatu. Evidensi
merupakan hasil pengukuan dan pengamatan fisik yang digunakan untuk memahami
suatu fenomena. Evidensi sering juga disebut bukti empiris. Akan tetapi
pengertian evidensi ini sulit untuk ditentukan secara pasti, meskipun petunjuk
kepadanya tidak dapat dihindarkan.
Kita mungkin mengartikannya
sebagai “cara bagaimana kenyataan hadir” atau perwujudan dari ada bagi akal”.
Misal Mr.A mengatakan “Dengan pasti ada 301.614 ikan di bengawan solo”, apa
komentar kita ? Tentu saja kita tidak hanya mengangguk dan mengatakan “fakta
yang menarik”. Kita akan mengernyitkan dahi terhadap keberanian orang itu untuk
berkata demikian.
Tentu saja reaksi kita
tidak dapat dilukiskan sebagai “kepastian”, Tentu saja kemungkinan untuk benar
tidak dapat di kesampingkan, bahwa dugaan ngawur atau ngasal telah menyatakan
jumlah yang persis. Tetapi tidak terlalu sulit bagi kita untuk menangguhkan
persetujuan kita mengapa ? Karena evidensi memadai untuk menjamin persetujuan
jelaslah tidak ada. Kenyataannya tidak ada dalam persetujuan terhadap pernyataan
tersebut.
Sebaliknya, kalau seorang
mengatakan mengenai ruang di mana saya duduk, “Ada tiga jendela di dalam ruang
ini,” persetujuan atau ketidak setujuan saya segera jelas. Dalam hal ini
evidensi yang menjamin persetujuan saya dengan mudah didapatkan.
Dalam wujud yang paling
rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data
atau informasi adalah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber
tertentu.
INFERENSI & IMPLIKASI
Interferensi
Alwasilah (1985:131)
mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk
bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya
kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain
mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu,
Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek
kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan
kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna
(semantik) (Suwito,1985:55).
Interferensi, menurut
Nababan (1984), merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya
kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek
kedua. Senada dengan itu, Chaer dan Agustina (1995: 168) mengemukakan bahwa
interferensi adalah peristiwa penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau
lebih.
Interferensi dalam bentuk kalimat
Interferensi dalam bidang
ini jarang terjadi. Hal ini memang perlu dihindari karena pola struktur
merupakan ciri utama kemandirian sesuatu bahasa. Misalnya, Rumahnya ayahnya Ali
yang besar sendiri di kampung itu, atau Makanan itu telah dimakan oleh saya,
atau Hal itu saya telah katakan kepadamu kemarin. Bentuk tersebut merupakan
bentuk interferensi karena sebenarnya ada padanan bentuk tersebut yang dianggap
lebih gramatikal yaitu: Rumah ayah Ali yang besar di kampung ini, Makanan itu
telah saya makan, dan Hal itu telah saya katakan kepadamu kemarin.Terjadinya
penyimpangan tersebut disebabkan karena ada padanan konteks dari bahasa donor,
misalnya: Omahe bapake Ali sing gedhe dhewe ing kampung iku, dan seterusnya
Interferensi Semantik
Berdasarkan bahasa resipien
(penyerap) interferensi semantis dapat dibedakan menjadi, Jika interferensi
terjadi karena bahasa resipien menyerap konsep kultural beserta namanya dari
bahasa lain, yang disebut sebagai perluasan (ekspansif). Contohnya kata
demokrasi, politik, revolusi yang berasal dari bahasa Yunani-Latin.
Yang perlu mendapat
perhatian, interferensi harus dibedakan dengan alih kode dan campur kode. Alih
kode menurut Chaer dan Agustina (1995:158) adalah peristiwa penggantian bahasa
atau ragam bahasa oleh seorang penutur karena adanya sebab-sebab tertentu, dan
dilakukan dengan sengaja. Sementara itu, campur kode adalah pemakaian dua
bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur bahasa yang satu ke
dalam bahasa yang lain secara konsisten. Interferensi merupakan topik dalam
sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat pemakaian dua bahasa atau lebih
secara bergantian oleh seorang dwibahasawan, yaitu penutur yang mengenal lebih
dari satu bahasa. Penyebab terjadinya interferensi adalah
kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga dipengaruhi oleh
bahasa lain (Chaer,1995:158). Biasanya interferensi terjadi dalam penggunaan
bahasa kedua, dan yang menginterferensi adalah bahasa pertama atau bahasa ibu
Pengertian Implikasi
Perhatikan pernyataan
berikut ini: “Jika matahari bersinar maka udara terasa hangat”, jadi, bila kita
tahu bahwa matahari bersinar, kita juga tahu bahwa udara terasa hangat. Karena
itu akan sama artinya jika kalimat di atas kita tulis sebagai:
“Bila matahari bersinar,
udara terasa hangat”.
”Sepanjang waktu matahari
bersinar, udara terasa hangat”.
“Matahari
bersinar berimplikasi udara terasa hangat”.
“Matahari bersinar hanya
jika udara terasa hangat”.
Berdasarkan pernyataan
diatas, maka untuk menunjukkan bahwa udara tersebut hangat adalah cukup dengan
menunjukkan bahwa matahari bersinar atau matahari bersinar merupakan syarat
cukup untuk udara terasa hangat.
Sedangkan untuk menunjukkan
bahwa matahari bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara menjadi hangat
atau udara terasa hangat merupakan syarat perlu bagi matahari bersinar. Karena
udara dapat menjadi hangat hanya bila matahari bersinar.
Cara menguji data, fakta dan autoritas
Cara menguji data
Data dan informasi yang
digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan
pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta
itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa cara yang dapat
digunakan untuk pengujian tersebut.
1. Observasi
2. Kesaksian
3. Autoritas
Cara menguji fakta
Untuk menetapkan apakah
data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan
penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian tingkat pertama untuk
mendapatkan keyakitan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang
atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta
tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan
diambil.
1. Konsistensi
2. Koherensi
Cara menguji autoritas
Seorang penulis yang
objektif selalu menghidari semua desas-desus atau kesaksian dari tangan kedua.
Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja
atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data
eksperimental.
1. Tidak
mengandung prasangka
2. Pengalaman
dan pendidikan autoritas
3. Kemashuran
dan prestise
4. Koherensi
dengan kemajuan
Sumber:
·
http://donyvanborres.blogspot.com/2015/03/fakta-sebagai-unsur-dalam-penalaran.html